Daftar Isi
Hukum Talqin Mayit Menurut Syafi’i
Pendahuluan
Hukum Talqin Mayit Menurut Syafi’i, Di antara amalan yang sering dilakukan umat Islam ketika ada keluarga atau kerabat yang meninggal adalah talqin mayit. Talqin berasal dari kata laqkana–yulaqqinu yang berarti mengajarkan atau menuntun ucapan. Dalam konteks jenazah, talqin dilakukan dengan cara menuntun orang yang sedang sakaratul maut agar mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh. Selain itu, setelah jenazah dikuburkan, sebagian kaum Muslimin terbiasa membacakan talqin kepada mayit dengan maksud agar ia tetap teguh menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur.
Namun, apakah talqin mayit setelah dikubur memiliki dasar hukum? Bagaimana pandangan ulama madzhab Syafi’i, yang mayoritas dianut oleh umat Islam di Nusantara, tentang amalan ini? Artikel ini akan menguraikan secara mendalam hukum talqin mayit menurut madzhab Syafi’i, dalil-dalil yang dijadikan sandaran, perbedaan pendapat ulama, serta praktik yang berkembang di masyarakat.
Definisi Talqin Mayit
Secara bahasa, talqin berarti menyampaikan kalimat kepada orang lain untuk diulang. Sedangkan secara istilah, para ulama mendefinisikan talqin mayit sebagai menuntun orang yang hampir meninggal dunia dengan bacaan kalimat tauhid, serta membacakan doa dan nasihat tertentu kepada mayit setelah ia dimakamkan agar teguh dalam menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.
Dengan demikian, talqin terbagi menjadi dua:
- 
Talqin sebelum wafat – menuntun orang sakaratul maut agar mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh. 
- 
Talqin setelah wafat – dibacakan di sisi kubur, biasanya setelah mayit dikuburkan. 
Kedua bentuk talqin ini memiliki hukum dan status yang berbeda menurut ulama, khususnya dalam madzhab Syafi’i.
Talqin Saat Sakaratul Maut
Terkait dengan hukum talqin mayit menurut syafi’i, Para ulama sepakat bahwa menuntun orang yang sedang sakaratul maut dengan bacaan lā ilāha illallāh adalah sunnah. Dalilnya antara lain hadits Rasulullah ﷺ:
لقنوا موتا كم لا إله إلا الله
“Talqinlah orang yang akan meninggal di antara kalian dengan kalimat lā ilāha illallāh.”
(HR. Muslim)
Hadits ini menjadi dasar utama bahwa talqin menjelang kematian adalah amalan sunnah yang dianjurkan. Imam Nawawi dalam al-Majmū’ menyebutkan bahwa hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Hal ini bertujuan agar seseorang menutup hidupnya dengan kalimat tauhid.
Talqin Setelah Pemakaman
Perbedaan pendapat ulama muncul pada talqin yang dilakukan setelah jenazah dikuburkan. Amalan ini lazim dikerjakan sebagian kaum Muslimin, khususnya di kalangan masyarakat Syafi’iyyah di Nusantara, Mesir, dan sebagian negeri Syam. Dalam praktiknya, seorang yang alim atau imam berdiri di dekat kubur mayit, lalu membacakan talqin berisi nasihat kepada mayit tentang apa yang akan dihadapi setelah kematian, seperti pertanyaan malaikat dan perintah untuk tetap menjawab dengan kalimat tauhid.
Contoh lafaz talqin pasca pemakaman yang populer adalah:
“Wahai hamba Allah, anak dari hamba Allah… Ingatlah janji yang engkau pegang sewaktu di dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah…”
Pandangan Ulama Syafi’iyyah
Ulama Syafi’iyyah berbeda pendapat, namun mayoritas mereka memandang talqin mayit setelah dikubur adalah sunnah. Hal ini disebutkan oleh beberapa ulama besar, di antaranya:
- 
Imam Nawawi (w. 676 H) dalam al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab menukil perkataan Imam al-Qadhi Husain, al-Qadhi Abu Thayyib, dan ulama Khurasan lainnya bahwa talqin setelah dikubur dianjurkan (mustahabb). 
 Imam Nawawi menegaskan:“Disunnahkan setelah selesai mengubur mayit agar orang yang hadir berdiri di sisi kuburnya untuk talqin. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan meskipun lemah, namun diperkuat dengan praktik kaum Muslimin sejak generasi awal.” 
- 
Imam Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj menjelaskan bahwa talqin pasca pemakaman termasuk amalan sunnah yang telah menjadi kebiasaan kaum Muslimin, dan tidak ada pengingkaran dari ulama besar. Ia menegaskan bahwa walaupun sebagian haditsnya dinilai dhaif, namun diamalkan dalam fadhā’il al-a‘māl (amalan keutamaan). 
- 
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfah al-Muhtaj juga menegaskan kesunnahan talqin mayit setelah dikubur. Menurutnya, hadits-hadits tentang talqin meski tidak sampai derajat shahih, tetap dapat diamalkan karena termasuk dalam bab targhib wa tarhib (anjuran dan peringatan). 
Dengan demikian, menurut mayoritas ulama madzhab Syafi’i, talqin mayit setelah pemakaman adalah sunnah. Amalan ini tidak wajib, tidak pula bid’ah tercela, melainkan ibadah yang dianjurkan dengan harapan agar mayit mendapat keteguhan dalam kuburnya.
Dalil yang Menjadi Sandaran
Beberapa dalil yang dijadikan sandaran oleh ulama Syafi’iyyah dalam menetapkan kesunnahan talqin mayit adalah:
- 
Hadits Abu Umamah al-Bahili yang diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Mu‘jam al-Kabir: 
 Rasulullah ﷺ bersabda:اخرج الامام الطبراني عن الصحابي أبي أمامة الباهلي أنه قال: 
 “إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نصنع بموتانا، أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم التراب على قبره فليقم أحدكم على رأس قبره ثم ليقل: يا فلان ابن فلانة فإنه يسمعه ولا يجيب، ثم يقول: يا فلان ابن فلانة فإنه يستوي قاعداً، ثم يقول: يا فلان ابن فلانة فإنه يقول أرشدنا يرحمك الله ولكن لا تشعرون، فليقل: اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً عبده ورسوله وأنك رضيت بالله رباً وبالإسلام ديناً وبمحمد نبياً وبالقرءان إماماً فإن منكراً ونكيراً يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه ويقول: انطلق بنا ما يقعدنا عند من لُقّن حجته، قال (أي أبو أمامة): فقال رجل: يا رسول الله فإن لم يُعرف أمه، قال: ينسبه إلى أمه حواء، يا فلان ابن حواء”.
 “Apabila salah seorang dari saudaramu meninggal dunia dan telah kalian ratakan tanah di atas kuburnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian berdiri di sisi kepalanya lalu berkata: Wahai fulan bin fulanah… (hingga akhir bacaan talqin).” 
 Meskipun hadits ini dinilai dhaif oleh sebagian ulama, tetapi tetap dijadikan hujjah dalam masalah fadhā’il.
- 
Qiyas dengan anjuran talqin saat sakaratul maut. Jika orang yang masih hidup dianjurkan untuk dituntun agar mengucapkan kalimat tauhid, maka orang yang baru saja wafat lebih utama untuk dituntun melalui doa dan bacaan talqin. 
- 
Praktik salafus shalih – Banyak ulama dan masyarakat Muslim sejak zaman klasik melakukan talqin setelah pemakaman, dan amalan ini tidak ditinggalkan oleh mayoritas kaum Muslimin Syafi’iyyah. 
Perbedaan Pendapat Ulama
Meskipun mayoritas ulama Syafi’i menganjurkan talqin mayit, terdapat sebagian ulama yang menolaknya dengan alasan hadits-haditsnya lemah dan tidak ada riwayat sahih dari Rasulullah ﷺ maupun para sahabat.
Pandangan yang mengingkari talqin banyak disuarakan oleh ulama madzhab Hanbali dan sebagian Malikiyyah. Namun, menurut kaidah Syafi’iyyah, hadits dhaif tetap bisa diamalkan dalam bab fadhā’il al-a‘māl, sehingga talqin tidak bisa dikategorikan bid’ah sesat.
Imam Nawawi memberi penegasan penting:
“Talqin setelah dikubur adalah amalan yang dipraktikkan oleh kaum Muslimin generasi salaf, dan tidak ada yang mengingkarinya. Karena itu, hukumnya sunnah.”
Praktik Talqin di Masyarakat
Di Nusantara, talqin mayit sudah menjadi tradisi yang mengakar. Biasanya setelah jenazah selesai dimakamkan, seorang kiai atau imam berdiri di dekat kubur lalu membacakan talqin dengan suara lantang. Jamaah lain mendengarkan sambil berdoa untuk mayit.
Teks talqin yang populer di kalangan Syafi’iyyah Nusantara memuat:
- 
Seruan kepada mayit dengan menyebut namanya. 
- 
Penegasan tentang kalimat tauhid. 
- 
Ingatkan janji iman dan Islam. 
- 
Doa agar Allah meneguhkan hatinya dalam menjawab pertanyaan malaikat. 
Tradisi ini bukan hanya bersifat ritual, tetapi juga sarana edukasi spiritual bagi keluarga yang ditinggalkan. Mereka diingatkan bahwa setiap manusia akan menghadapi pertanyaan kubur, sehingga talqin menjadi momentum muhasabah.
Hikmah dan Manfaat Talqin
Menurut para ulama Syafi’i, terdapat beberapa hikmah dari pelaksanaan talqin mayit:
- 
Menguatkan mayit dalam kuburnya – Talqin diharapkan menjadi doa agar Allah meneguhkan mayit menjawab pertanyaan malaikat. 
- 
Mengingatkan keluarga yang hidup – Isi talqin sarat nasihat tentang iman, kematian, dan akhirat. 
- 
Menjaga tradisi salafus shalih – Talqin merupakan amalan yang diwariskan oleh generasi ulama terdahulu. 
- 
Menghidupkan sunnah dalam arti luas – Walaupun haditsnya dhaif, ia tetap bernilai ibadah ketika diniatkan untuk mencari ridha Allah. 
Kritik dan Jawaban
Sebagian pihak menolak talqin mayit dengan alasan:
- 
Tidak ada hadits shahih tentangnya. 
- 
Tidak dilakukan Rasulullah ﷺ secara langsung. 
Jawaban dari ulama Syafi’i adalah:
- 
Hadits dhaif bisa diamalkan dalam fadha’il, sesuai ijma’ ulama ahli hadits. 
- 
Talqin termasuk doa dan dzikir, sehingga tidak mungkin dikategorikan bid’ah tercela. 
- 
Praktik para ulama salaf adalah bukti kuat bahwa amalan ini diterima dalam tradisi Islam. 
Kesimpulan
Hukum talqin mayit menurut madzhab Syafi’i dapat disimpulkan sebagai berikut:
- 
Talqin saat sakaratul maut – Sunnah muakkadah berdasarkan hadits shahih riwayat Muslim. 
- 
Talqin setelah mayit dikuburkan – Sunnah menurut mayoritas ulama Syafi’iyyah, meski hadits-haditsnya lemah, tetapi diperkuat oleh praktik ulama salaf dan kaidah fadhā’il al-a‘māl. 
- 
Amalan ini bukan bid’ah tercela, melainkan doa dan pengingat yang penuh hikmah. 
- 
Talqin juga memberi manfaat bagi keluarga yang masih hidup untuk mengambil pelajaran dari kematian. 
Dengan demikian, kaum Muslimin yang mengikuti madzhab Syafi’i diperbolehkan dan bahkan dianjurkan untuk melaksanakan talqin mayit. Amalan ini sejalan dengan semangat menjaga iman, mengingatkan akan kematian, serta memperkuat tradisi keilmuan ulama salaf.



