Siwak : Sunnahnya bersiwak  Menurut Fiqih dan dalilnya

Diposting pada

Siwak : Sunnahnya bersiwak  Menurut Fiqih dan dalilnyaBismillah dengan nama Allah pada kali ini Fiqih.co.id akan menerangkan tentang Sunnahnya bersiwak menurut fiqih. Dan dalil siwak menurut hadits sesuai yang dapat kami pelajari secara ilmu fiqih dan dalil haditsnya.

Daftar Isi

Siwak : Sunnahnya bersiwak  Menurut Fiqih dan dalilnya

Bagaimana hukum siwak atau bersiwak, dalam kata lain disebut juga dengan sikatan?, dalam risalah ini kami akan sampaikan menurut fiqih.Uraian ini kami kutip dari Fathul-qorib dan ada juga beberapa haditsnya yang in syaa allah kami tuliskan.

Mukodimah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. وَصَلَّى اللهُ وَ سَلَّمَ عَلَى مَنْ لاَ نَبِيَ بَعْدَهُ، مُحَمَّدُ رَّسُوْلُ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ، أَمَّا بَعْدُ

Saudaraku Muslimiin muslimat, mukminiin mukminat para pembaca dan para snatri yang dirahmati Allah Subhanahu wa ta’ala. Pembahasan kali ini kami mohon ma’af bila nanti terdapat hal yang kurang sesuai pada tempatnya. Dalam pembahasan kami ini mengutip dari kitab fiqih yang bermadzhab Syafi’i.

Pasal bersiwak

Pasal ini kami kutip dari Kitab fiqih Fathul-qoribul mujib:

﯁(فَصْلٌ) فِى اسْتِعْمَالِ اَلَةِ السِّوَاكِ وَهُوَ مِنْ سُنَنِ الْوُضُوْءِ وَيُطْلَقُ السِّوَاكُ اَيْضًا عَلَى مَا يُسْتَاكُ بِهِ مِنْ اَرَاكٍ وَنَحْوِهِ، (وَسِوَاكُ مُسْتَحَبَّةٌ فِى كُلِّ حَالٍ) وَلَا يُكْرَهُ تَنْزِيْهًا (اِلَّابَعْدَ الزَّوَالِ لِلصَّائِمِ) فَرْضًا اَوْنَفْلًا

Pasa1: Menerangkan tentang memakai alat untuk bersiwak. Bersiwak ialah termasuk bagian dari pada kesunatan wudhu. Dan siwak yakni bersiwak itu harus dengan kayu siwak (kayu arok dan sejenisnya).

Siwak yakni siwakan itu disunnahkan dalam setiap keadaan dan tidak makruh tanzih kecuali pada waktu sesudah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa (fardhu) atau pun puasa sunnah.

Siwak Tidak Makruh

وَتَزُوْلُ الْكَرَاهَةُ بِغُرُوْبِ الشَّمْسِ وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ مُطْلَقًا (وَهُوَ) اَيْ السِوَاكُ (فِي ثَلَاثَةِ مَوَاضِعَ اَشَدُّاسْتِحْبَبًا) مِنْ غَيْرِهَا اَحَدُهَا (عِنْدَ تَغَيُّرِ الْفَمِ مِنْ اَزْمٍ) قِيْلَ هُوَ سُكُوْتٌ طَوِيْلٌ وَقِيْلَ تَرْكُ الْاَكْلِ. وَاِنَّمَاقَالَ (وَغَيْرِهِ) لِيَشْمَلَ تَغَيُّرُ الْفَمِ بِغَيْرِ اَزْمٍ كَاَكْلِ ذِيْ رِيْحٍ مِنْ ثَوْمٍ وَبَصَلٍ وَغَيْرِهِمَا.﯁

Dan menjadi hilang hukum makruh bersiwak tersebut sebab terbenamnya matahari. Tapi menurut Imam Nawawi, bahwa hal itu sama sekali tidak ada kemakruhan secara mutlak. Bersiwak atau memakai siwak itu sangat disunnatkan dalam tiga tempat bila dibandingkan dengan yang lainnya.

Pertama : Ketika bau mulut berobah menjadi kecut (tidak sedap). Dalam satu perkataan yakni karena lamanya berdiam. Dan menurut satu pendapat lain mungkin karena sebab meninggalkan makan.

Menurut pendapat pengarang kitab ini, bahwa termasuk juga bau mulut yang berobah menjadi aroma tak sedap. Hal tersebut penyebabnya adalah karena habis makan makanan yang mempunyai bau tidak enak. Contoh seperti habis makan bawang merah, bawang putih dan selain dari keduanya.

(وَ)الثَّانِي (عِنْدَ الْقِيَامِ) اَيْ الْاِسْتِيْقَاظِ (مَنَ النَّوْمِ) وَالثَّالِثُ (عِنْدَ الْقِيَامِ اِلَى الصَّلَاةِ) فَرْضًا اَوْ نَفْلًا. وَيَتَأَكَدُ اَيْضًا فِىْ غَيْرِ الثَّلَاثَةِ الْمَذْكُوْرَةِ مِمَّا هُوَ مَذْكُوْرٌ فِي الْمُطَوَلَاتِ كَقِرَاءَةِ الْقُرْأَنِ وَاصْفِرَارِ الْاَسْنَانِ، وَيُسَنُ اَنْ يَنْوِيَ بِالسِّوَاكِ السُنَةَ وَاَنْ يَسْتَاكَ بِيَمِيْنِهِ وَيَبْدَءُ بِالْجَانِبِ الْاَيْمَنِ مِنْ فَمِهِ وَاَنْ يَمُرَّهُ عَلَى سَفْقِ حَلْقِهِ اِمْرَارً لَطِيْفًا وَعَلَى كَرَسِى اَضْرَاسِهِ

Kedua Ketika bangun tidur. Yakni bangun dari tidur. Ke-tiga: Ketika berdiri hendak mengerjakan shalat fardlu atau shalat sunnat. Dan disunnahkan juga bersiwak yakni menggunakan siwak selain dalam tiga tempat tersebu. Conto seperti ketika hendak membaca Al-Qur’an dan ketika kuningnya gigi-gigi.

Dan disunnahkan agar berniat sunnah mengerjakan siwak. Dan agar ia menggunakan siwak dengan tangan kanan dan memulainya dari arah kanan mulut. Kemudian diteruskan  ke bagian atas tenggorokan pelan-pelan dan sampai ke arah gigi geraham dekat tenggorokan.

Dalil Siwak

Sebagaiman diterangkan dalam kitab Tankih Bab Siwak seperti berikut:

قَالَ النَّبِيًّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رَكْعَتَانِ) أيْ صَلَاةُ رَكْعَتَيْنِ (بِسِوَاكٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِغَيْرِ سِوَاكٍ) رَوَاهُ الدَّارُقُطْنِي عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ)

Artinya: Bersabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam “Sholat dua roka’at dengan bersiwak itu lebih baik daripada tujuh puluh roka’at yang dengan tanpa siwak. (Hadits Riwayat Daru qutni dari Umi Darda dan sanad hadits ini hasan) dikutip dari Tankihul-qaul Bab Siwak.

قَالَ النَّبِيًّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَسَوَّكُوا فإنَّ السِّوَاك مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ) رواه ابن ماجه

Artinya: Bersabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam: “Bersiwaklah kalian karena sesungguhnya siwakan itu dapat membersihkan mulut dan diridhoi Tuhan. (Hadits Riwayat Ibnu Majah) dikutip dari Tankihul-qaul Bab Siwak.

Siwak Sunnahnya siwak  Menurut Fiqih dan dalilnya
Siwak Sunnahnya siwak  Menurut Fiqih dan dalilnya

Kesimpulan Siwak

Dari uaraian di atas dapat kita fahami dan bisa disimpulkan bahwa Bersiwakan itu sangat disunnahkan sangat dianjurkan dalam setiap keadaan maka sedikitnya kita simpulkan sebagai berikut:

Bersiwak sangat disunnahkan ketika:

  1. Bangun dari tidur baik siang maupun malam.
  2. Habis makan yang bearoma kurang sedap seperti habis makan Petai, Jengkol, Jaling, Bawang Putih Bawang merah dan sejenisnya.
  3. Karena lamanya mulut berdiam tidak memakan makanan.
  4. Karena Berubahnya mulut terasa tidak nyaman.
  5. Mau mengerjakan Sholat.
  6. Mau membaca Al-qur’an.
  7. Habis makan makanan yang amis-amis dan yang kurang nayaman di mulut untu ngibrol dengan sesame teman.
  8. Yang sebaiknya Bersiwak itu semestinya menggunakan kayu Arok jika ada.

Bersiwakan boleh dengan sikat gigi berpasta gigi dengan niat bersiwak sebagai sunnah

Demikian inilah Uraian kami tentang Siwak : Sunnahnya bersiwak  Menurut Fiqih dan dalilnya.  – Semoga uraian ini bisa membantu kepada para pembaca dan bermanfaat. Dan juga mudah-mudahan penjelasan ini memberikan tambahan ilmu pengetahuan untuk kita semua. Mohon abaikan saja uraiaa kami ini jika pembaca tidak sependapat. Terima kasih atas kunjungannya.

بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ