Hukum Qunut Subuh Menurut Syafi’i

Daftar Isi

Hukum Qunut Subuh Menurut Syafi’i

Hukum Qunut Subuh Menurut Syafi’i

Pendahuluan

Shalat Subuh merupakan salah satu shalat fardhu yang memiliki kekhususan dibanding shalat lainnya. Selain jumlah rakaatnya yang hanya dua, terdapat pula amalan tambahan yang kerap diamalkan oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia, yaitu doa qunut pada rakaat kedua setelah i’tidal. Amalan ini menjadi salah satu ciri khas yang melekat pada pengikut mazhab Syafi’i. Namun, di kalangan umat Islam, pelaksanaan qunut subuh sering menimbulkan perbedaan pendapat. Ada yang menganggapnya sunnah muakkadah, ada pula yang menilainya bid’ah. Artikel ini akan membahas secara mendalam hukum qunut subuh menurut Syafi’i, yakni madhab syafi’i, dasar-dasar dalilnya, serta pandangan ulama lain sebagai bahan perbandingan.


Definisi Qunut

Secara bahasa, qunut berasal dari kata qanata–yaqnatu–qunûtan yang berarti taat, tunduk, berdoa, dan berdiri lama dalam ibadah. Dalam istilah fiqih, qunut adalah doa yang dibaca pada saat tertentu di dalam shalat, tepatnya setelah i’tidal pada rakaat terakhir.

Qunut bukan hanya dikenal dalam shalat Subuh, tetapi juga muncul dalam beberapa konteks lain seperti:

  1. Qunut Nazilah, doa khusus ketika terjadi musibah atau bencana besar.

  2. Qunut Witir, doa yang dibaca pada shalat witir, terutama di separuh akhir bulan Ramadhan menurut sebagian ulama.

  3. Qunut Subuh, doa yang dibaca pada rakaat kedua shalat Subuh, yang menjadi perhatian utama dalam mazhab Syafi’i.


Dalil Qunut Subuh

1. Hadis Riwayat Anas bin Malik

Imam Syafi’i dalam Al-Umm dan ulama lainnya menjadikan hadis Anas sebagai dasar:

“Rasulullah ﷺ senantiasa berqunut pada shalat Subuh hingga beliau wafat.”
(HR. Ahmad, Daruquthni, Baihaqi, dan lainnya).

Hadis ini dijadikan pegangan bahwa qunut subuh bukan hanya temporer, melainkan terus diamalkan hingga akhir hayat Rasulullah ﷺ.

2. Hadis Riwayat Al-Bara’ bin ‘Azib

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah melakukan qunut selama sebulan penuh untuk mendoakan kebinasaan kaum tertentu, lalu setelah itu beliau tetap melanggengkan qunut pada shalat Subuh.

3. Pendapat Sahabat

Beberapa sahabat seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali diriwayatkan pernah melakukan qunut subuh. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menyebutkan bahwa qunut subuh termasuk amalan yang diwariskan turun-temurun oleh mayoritas ulama Madinah.


Pandangan Mazhab Syafi’i

Imam Syafi’i menegaskan bahwa qunut subuh hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan yakni hukum qunut subuh menurut syafi’i) kalau di dalam Fathul qarib qunut subuh ini sunnah ab’adh dan tidak boleh ditinggalkan secara sengaja tanpa alasan. Bahkan dalam qaul qadim (pendapat lama), Imam Syafi’i menyatakan hukumnya wajib, tetapi dalam qaul jadid (pendapat baru) yang menjadi rujukan utama, hukumnya sunnah muakkadah.

Penjelasan Ulama Syafi’iyyah

  1. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’:

    فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِي إِثْبَاتِ الْقُنُوتِ فِي الصُّبْحِ: مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الْقُنُوتُ فِيهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ أَوْ لَمْ تَنْزِلْ، وَبِهَا قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ وَمَنْ بَعْدَهُمْ أَوْ كَثِيرٌ مِنْهُمْ

    ““Dalam pandangan para ulama mengenai penetapan qunut pada shalat Subuh: Mazhab kami berpendapat bahwa disunnahkan qunut di dalamnya, baik ketika terjadi musibah (bencana) maupun tidak. Pendapat ini juga dikatakan oleh mayoritas ulama salaf dan orang-orang setelah mereka, atau sebagian besar dari mereka.”

  2. Imam Rafi’i menambahkan bahwa qunut subuh menjadi pembeda utama antara mazhab Syafi’i dengan mazhab lainnya.

  3. Kitab Fathul Mu’in karya Zainuddin al-Malibari menyebutkan:

    “Qunut subuh adalah sunnah muakkadah pada setiap rakaat kedua shalat subuh, baik bagi imam maupun makmum, juga orang yang shalat sendirian.” jadi; hukum qunut subuh menurut syafi’i adalah Sunnah muakad atau dalam pengertian lain ialalah sunnah ab’adh

Dengan demikian, menurut Syafi’iyyah, qunut subuh bukan sekadar anjuran ringan, melainkan memiliki kedudukan kuat dalam amalan ibadah sehari-hari.


Tata Cara Pelaksanaan Qunut Subuh

1. Waktu Membaca

Qunut subuh dibaca setelah i’tidal pada rakaat kedua. Jadi, urutannya: bangkit dari rukuk → membaca “Sami’allahu liman hamidah, Rabbana laka al-hamd” → kemudian membaca doa qunut.

2. Bacaan Qunut

Bacaan yang masyhur di kalangan Syafi’iyyah adalah:

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

3. Adab Pelaksanaan

  • Imam membacanya dengan suara keras dalam shalat berjamaah.

  • Makmum mendengarkan dan mengaminkan.

  • Jika shalat sendirian, qunut dibaca lirih.

  • Dianjurkan mengangkat tangan ketika berqunut.

  • Setelah selesai, usap wajah dengan kedua tangan menurut sebagian ulama.

4. Sujud Sahwi Bila Lupa

Jika qunut subuh lupa dibaca, maka menurut ulama Syafi’iyyah dianjurkan melakukan sujud sahwi sebelum salam. Hal ini menunjukkan betapa penting kedudukan qunut dalam mazhab Syafi’i.


Perbandingan dengan Mazhab Lain

Untuk memahami keistimewaan pandangan Syafi’i, penting membandingkannya dengan mazhab lainnya:

  1. Mazhab Hanafi

    • Tidak menganjurkan qunut subuh.

    • Qunut hanya berlaku pada shalat witir.

  2. Mazhab Maliki

    • Qunut subuh hanya dilakukan sesekali, terutama ketika ada musibah besar (mirip dengan qunut nazilah).

  3. Mazhab Hanbali

    • Tidak ada qunut subuh secara khusus.

    • Qunut hanya berlaku pada witir atau nazilah.

Dengan demikian, mazhab Syafi’i adalah satu-satunya mazhab besar yang secara konsisten menetapkan qunut subuh sebagai sunnah muakkadah.


Argumentasi Kuat Mazhab Syafi’i

Mengapa Syafi’i tetap menetapkan qunut subuh meskipun ada riwayat yang menegaskan Nabi hanya qunut sementara waktu?

  1. Kuatnya Riwayat Hadis Anas
    Hadis yang menyebut Nabi qunut hingga wafat dianggap lebih kuat oleh para ahli hadis Syafi’iyyah dibanding riwayat yang menyatakan beliau meninggalkannya.

  2. Amalan Para Sahabat
    Beberapa sahabat besar melanggengkan qunut subuh setelah wafat Nabi. Ini menjadi indikasi bahwa qunut bukan hanya temporer.

  3. Prinsip Ihtiyath (Kehati-hatian)
    Dalam mazhab Syafi’i, menjaga kontinuitas ibadah dengan dasar riwayat shahih lebih utama daripada meninggalkannya karena adanya perbedaan riwayat.


Qunut Subuh dalam Tradisi Nusantara

Di Indonesia, yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi’i, qunut subuh menjadi amalan yang sangat populer. Hampir seluruh masjid, pesantren, dan jamaah tahlilan mengamalkannya. Bahkan, sebagian masyarakat menganggap qunut sebagai pembeda antara “NU” dan “non-NU”, meskipun sebenarnya ini adalah masalah fiqhiyah biasa.

Dalam praktiknya, qunut subuh juga sering diiringi doa tambahan, seperti Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad di akhir doa, yang menunjukkan fleksibilitas dalam memperkaya redaksi doa.


Kritik dan Perbedaan Pendapat

Tentu, qunut subuh tidak lepas dari perdebatan. Sebagian kelompok menyebutnya bid’ah karena tidak dilakukan Nabi secara konsisten menurut riwayat mereka. Namun, ulama Syafi’iyyah menegaskan bahwa perbedaan riwayat adalah hal biasa dalam hadis, dan setiap mazhab berhak menguatkan riwayat yang menurut mereka lebih sahih.

Imam Nawawi menyarankan agar perbedaan ini disikapi dengan bijak. Tidak boleh ada saling mencela antara yang melakukan qunut dan yang tidak. Karena keduanya memiliki dasar yang kuat dalam tradisi fiqh.


Hikmah dan Keutamaan Qunut Subuh

Mengamalkan qunut subuh memiliki banyak hikmah, di antaranya:

  1. Memperkuat doa: Subuh adalah awal aktivitas harian, sehingga qunut menjadi momentum memohon bimbingan Allah.

  2. Menghidupkan sunnah: Mengikuti jejak Rasulullah ﷺ dan para sahabat.

  3. Menjaga tradisi keilmuan: Qunut menjadi identitas khas mazhab Syafi’i yang terus dilestarikan.

  4. Mendekatkan diri pada Allah: Isi doa qunut penuh dengan permohonan hidayah, keberkahan, dan perlindungan.


Kesimpulan

Qunut subuh adalah sunnah muakkadah menurut mazhab Syafi’i, atau Ab’adh sholat yakni sunnah ab’adh . Dalilnya berasal dari hadis Anas bin Malik dan amalan para sahabat. Meskipun ada perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab lain, Syafi’iyyah menguatkan riwayat bahwa Nabi ﷺ berqunut hingga akhir hayatnya.

Dalam praktiknya, qunut subuh dilakukan setelah i’tidal rakaat kedua, baik oleh imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian. Jika lupa, disunnahkan sujud sahwi.

Di Nusantara, amalan ini telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Muslim, khususnya pengikut mazhab Syafi’i. Oleh karena itu, perbedaan pendapat hendaknya disikapi dengan lapang dada, tanpa saling menyesatkan.

Qunut subuh bukan hanya sekadar doa tambahan, melainkan wujud kerendahan hati seorang hamba yang selalu memohon bimbingan, perlindungan, dan keberkahan Allah setiap pagi.