Malam Nisfu Sya’ban

Daftar Isi

Malam Nisfu Sya’ban

Bulan Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam kalender hijriah yang berada di antara Rajab dan Ramadan. Di kalangan umat Islam, khususnya masyarakat Indonesia yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU), malam pertengahan Sya’ban atau malam Nisfu Sya’ban memiliki kedudukan istimewa. Banyak amalan ibadah yang dilakukan pada malam tersebut, baik secara individu maupun berjamaah, sebagai bentuk ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Malam Nisfu Sya’ban

Namun, seiring berjalannya waktu, muncul perdebatan mengenai hukum dan dasar amalan malam Nisfu Sya’ban. Sebagian kelompok menilai amalan-amalan tersebut tidak memiliki dasar kuat, sementara NU tetap memandangnya sebagai fadhailul a‘mal (amalan keutamaan) yang sah diamalkan. Artikel ini akan membahas sejarah, dalil, serta amalan malam Nisfu Sya’ban menurut perspektif NU.

Kedudukan Bulan Sya’ban dalam Islam

Sya’ban adalah bulan yang mulia. Rasulullah ﷺ memperbanyak ibadah di bulan ini sebagai persiapan menyambut Ramadan. Dalam sebuah hadis riwayat Usamah bin Zaid, beliau bertanya kepada Nabi:

“Ya Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa di bulan lain sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban.”
Rasulullah ﷺ menjawab:
“Itu adalah bulan yang banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadan. Bulan itu adalah bulan di mana amalan-amalan diangkat kepada Rabb semesta alam. Maka aku senang ketika amalku diangkat dalam keadaan aku berpuasa.”
(HR. An-Nasai).

Hadis ini menunjukkan kemuliaan bulan Sya’ban. Maka, malam pertengahannya (Nisfu Sya’ban) diyakini memiliki keistimewaan tersendiri.

Perhatian Allah Kepada Hambanya di malam Nisfu Sya’ban

Dalam Sebuah Hadits diterangkan sebagai berikut:

عن أبي موسى الأشعري عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ” إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك شرك أو مشاحن

Artinya: “Dari Abu Musa al-Asy’ari, dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Syaban. Maka Dia mengampuni semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan’.” (HR Ibnu Majah/ Syaikh al-Albani menyatakan hasan).

Puasa Sya’ban

Rasulullah juga selalu memperbanyak ibadah di bulan Sy’aban, termasuk pusa suanah di bulan tersebut sebagaimana keteranganberikut uini:

كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ وَلَمْ أَرَهُ يَصُومُ مِنْ شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلَّا قَلِيلًا، بَلْ كَانَ يَصُومُهُ كُلَّهُ

Artinya: “Rasulullah berpuasa sampai kami mengira ia tidak berbuka, dan beliau berbuka sampai kami mengira ia tidak berpuasa, dan saya tidak melihat satu bulan yang paling banyak puasanya (selain bulan Sya’ban). Dan beliau berpuasa Sya’ban kecuali sedikit (beberapa hari saja tidak berpuasa), bahkan (pernah) ia berpuasa seluruhnya.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnul Jarud)

Dalil tentang Malam Nisfu Sya’ban

Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban, di antaranya:

  1. Hadis riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi
    Rasulullah ﷺ bersabda:
    “Sesungguhnya Allah melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
  2. Riwayat dari Imam Ahmad
    Disebutkan bahwa Allah mengampuni hamba-Nya pada malam pertengahan Sya’ban, kecuali orang musyrik dan pendendam.

Meskipun sebagian hadis dinilai dhaif oleh ulama hadis, namun mayoritas ulama Ahlussunnah wal Jama‘ah membolehkan pengamalan hadis dhaif untuk perkara fadhailul a‘mal, selama tidak bertentangan dengan pokok akidah dan syariat.

Pandangan NU tentang Malam Nisfu Sya’ban

Nahdlatul Ulama memandang malam Nisfu Sya’ban sebagai malam penuh rahmat dan ampunan. Amalan-amalan yang dikerjakan bukan dianggap wajib, melainkan sunnah dan bagian dari fadhailul a‘mal.

NU menekankan tiga poin penting:

  1. Tidak meyakini wajib – Amalan Nisfu Sya’ban tidak pernah diposisikan sebagai kewajiban syariat.
  2. Mengikuti ulama salaf – Tradisi ini telah dipelihara oleh ulama-ulama terdahulu, terutama di dunia pesantren.
  3. Mengandung hikmah sosial – Amalan berjamaah pada malam Nisfu Sya’ban mempererat ukhuwah Islamiyah.

Amalan Malam Nisfu Sya’ban Menurut NU

Berikut beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh warga NU pada malam Nisfu Sya’ban:

1. Membaca Surah Yasin Tiga Kali

Tradisi membaca surah Yasin pada malam Nisfu Sya’ban dilakukan sebanyak tiga kali dengan niat berbeda:

  • Bacaan pertama diniatkan untuk memohon panjang umur dalam ketaatan.
  • Bacaan kedua diniatkan untuk memohon kelapangan rezeki yang halal dan berkah.
  • Bacaan ketiga diniatkan agar diberi keteguhan iman dan husnul khatimah.

Praktik ini merupakan bentuk doa yang dipanjatkan melalui bacaan Al-Qur’an, dan tidak bertentangan dengan syariat.

2. Sholat Sunnah

Banyak ulama menganjurkan melaksanakan sholat sunnah di malam Nisfu Sya’ban, baik sholat sunnah mutlak maupun sholat tasbih. Hal ini bertujuan menghidupkan malam penuh ampunan dengan qiyamullail.

3. Memperbanyak Istighfar dan Taubat

Karena malam Nisfu Sya’ban adalah malam ampunan, maka memperbanyak istighfar, zikir, dan doa taubat menjadi amalan utama. Dengan demikian, hati lebih bersih untuk menyongsong bulan Ramadan.

4. Membaca Doa Nisfu Sya’ban

Di banyak kitab doa klasik, terdapat doa khusus yang dibaca pada malam Nisfu Sya’ban. Doa tersebut berisi permohonan agar Allah menghapus catatan amal yang buruk dan menggantinya dengan catatan kebaikan.

5. Sedekah dan Amal Sosial

NU juga mendorong umat untuk memanfaatkan momentum Nisfu Sya’ban dengan memperbanyak sedekah dan amal sosial. Ini sebagai wujud syukur sekaligus persiapan menghadapi Ramadan.

Hikmah Amalan Malam Nisfu Sya’ban

Amalan-amalan ini bukan sekadar ritual, melainkan memiliki hikmah spiritual dan sosial:

  1. Mendekatkan diri kepada Allah – Dengan doa, sholat, dan tilawah, seorang hamba semakin dekat dengan Tuhannya.
  2. Membersihkan hati – Istighfar dan taubat membantu mengikis dosa dan kebencian.
  3. Persiapan Ramadan – Nisfu Sya’ban menjadi momentum mempersiapkan jiwa dan raga menyambut bulan puasa.
  4. Menguatkan ukhuwah – Kegiatan berjamaah, seperti yasinan dan doa bersama, mempererat ikatan antar sesama Muslim.

Menyikapi Perbedaan Pandangan

Memang tidak semua ulama sepakat mengenai amalan Nisfu Sya’ban. Ada sebagian kelompok yang menolak dengan alasan hadisnya dhaif. Namun, NU menyikapinya dengan bijak:

  • Selama tidak bertentangan dengan syariat, amalan tersebut boleh dilaksanakan.
  • Perbedaan pendapat adalah hal lumrah dalam khazanah Islam.
  • Yang terpenting adalah menjaga niat ikhlas karena Allah.

Dengan demikian, amalan Nisfu Sya’ban tidak layak diperdebatkan secara keras, melainkan dipahami sebagai salah satu bentuk tradisi keagamaan yang bernilai positif.

Praktik di Masyarakat NU

Di banyak daerah di Indonesia, malam Nisfu Sya’ban biasanya diisi dengan:

  • Pengajian dan ceramah tentang keutamaan bulan Sya’ban.
  • Pembacaan surah Yasin berjamaah di masjid atau mushalla.
  • Doa bersama memohon keselamatan dan keberkahan.
  • Sedekah makanan yang dibagikan kepada tetangga dan fakir miskin.

Tradisi ini menjadi bagian dari budaya Islam Nusantara yang telah diwariskan oleh para ulama dan kiai pesantren sejak lama.

Kesimpulan

Amalan malam Nisfu Sya’ban menurut NU memiliki dasar dari hadis-hadis tentang keutamaan malam pertengahan bulan Sya’ban. Meski sebagian hadisnya dinilai dhaif, hal itu tetap boleh diamalkan dalam konteks fadhailul a‘mal.

NU memandang bahwa amalan seperti membaca Yasin tiga kali, sholat sunnah, doa khusus, istighfar, dan sedekah pada malam Nisfu Sya’ban adalah ibadah yang bernilai positif. Amalan tersebut bukan kewajiban, melainkan sunnah yang dianjurkan, dengan hikmah memperkuat iman, membersihkan hati, dan mempererat persaudaraan.

Dengan sikap moderatnya, NU mengajarkan agar amalan Nisfu Sya’ban dijalankan dengan niat ikhlas, tanpa menganggapnya sebagai syariat yang baku, serta menghormati perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.