Daftar Isi
Hukum Sholat Berjamaah dalam Madzhab Syafi’i
Pendahuluan
Sholat merupakan tiang agama yang menempati posisi sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. Allah SWT mewajibkan sholat lima waktu sebagai kewajiban individual yang tidak bisa digantikan oleh amalan lain. Selain kewajiban personal, Islam juga menekankan dimensi sosial dalam ibadah sholat, salah satunya dengan adanya anjuran kuat untuk melaksanakannya secara berjamaah.
Dalam sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah ﷺ, sholat berjamaah telah menjadi ciri khas kehidupan umat Muslim. Beliau ﷺ selalu menekankan pentingnya sholat berjamaah, baik di masjid maupun di medan peperangan. Para ulama empat madzhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) juga membahas secara detail kedudukan hukum sholat berjamaah. Artikel ini akan memfokuskan pembahasan pada perspektif madzhab Syafi’i, menguraikan dalil-dalil yang melandasinya, serta praktik yang dianjurkan.
Definisi Sholat Berjamaah
Secara bahasa, “jamaah” berarti berkumpul atau bersama-sama. Dalam istilah fikih, sholat berjamaah adalah ibadah sholat yang dilaksanakan oleh dua orang atau lebih, di mana salah satunya bertindak sebagai imam dan yang lain menjadi makmum.
Sholat berjamaah tidak hanya mencerminkan kepatuhan individu kepada Allah SWT, tetapi juga melatih kedisiplinan, kesetaraan, serta ukhuwah di antara kaum Muslimin.
Kedudukan Sholat Berjamaah dalam Madzhab Syafi’i
Ulama Syafi’iyyah menaruh perhatian besar terhadap ibadah berjamaah. Secara umum, hukum sholat berjamaah menurut madzhab Syafi’i adalah fardhu kifayah untuk sholat lima waktu, bukan fardhu ‘ain. Namun, melaksanakannya termasuk sunnah muakkadah bagi setiap individu, yang sangat dianjurkan untuk tidak ditinggalkan tanpa udzur.
1. Fardhu Kifayah
Dalam madzhab Syafi’i, sholat berjamaah untuk sholat fardhu lima waktu dihukumi fardhu kifayah. Artinya, jika dalam suatu daerah atau komunitas ada sebagian kaum Muslimin yang menegakkannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lain. Namun, bila tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh anggota masyarakat tersebut berdosa.
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menegaskan bahwa keberlangsungan sholat berjamaah merupakan syiar Islam yang harus dijaga. Tidak bolehnya masjid kosong dari jamaah sholat lima waktu menjadi indikator betapa pentingnya praktik ini.
2. Sunnah Muakkadah bagi Individu
Bagi individu, hukum menghadiri sholat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sunnah muakkadah berarti amalan sunnah yang sangat ditekankan, hampir mendekati kewajiban. Seorang Muslim yang rutin menunaikan sholat berjamaah akan memperoleh pahala besar, sedangkan yang meninggalkannya tanpa udzur dianggap tercela, walaupun tidak sampai berdosa sebagaimana meninggalkan kewajiban.
Dalil-Dalil Sholat Berjamaah dalam Madzhab Syafi’i
1. Dalil Al-Qur’an
Beberapa ayat Al-Qur’an menunjukkan anjuran berjamaah:
-
QS. An-Nisa’ [4]: 102
وَاِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلٰوةَ فَلْتَقُمْ طَاۤىِٕفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ
“Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka, lalu engkau hendak mendirikan sholat bersama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) bersamamu…”
Ayat ini menyinggung tata cara sholat berjamaah dalam kondisi perang, yang menunjukkan bahwa berjamaah tetap dijaga walaupun dalam keadaan genting. Jika dalam kondisi perang saja Allah memerintahkan sholat berjamaah, apalagi dalam keadaan aman.
2. Dalil Hadis
Rasulullah ﷺ bersabda:
- عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «صلاةُ الجَمَاعَة أَفضَلُ من صَلاَة الفَذِّ بِسَبعٍ وعِشرِين دَرَجَة».
[صحيح] – [متفق عليه] -
“Sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sholat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi dalil utama yang menunjukkan keutamaan sholat berjamaah.
- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: “لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حِزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ.” (رواه البخاري ومسلم)
- Artinya: “Sungguh aku berkeinginan untuk memerintahkan shalat ditegakkan, kemudian aku perintahkan seorang laki-laki menjadi imam bagi manusia, lalu aku pergi bersama beberapa orang yang membawa kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis tersebut menekankan betapa besar perhatian Nabi ﷺ terhadap sholat berjamaah. Walaupun madzhab Syafi’i tidak sampai menghukuminya fardhu ‘ain, hadis ini menunjukkan bahwa meninggalkan jamaah tanpa uzur merupakan perbuatan yang tercela.
3. Ijma’ dan Praktik Salaf
Ulama juga sepakat bahwa sholat berjamaah merupakan syiar Islam. Sejak masa Rasulullah ﷺ, para sahabat, hingga generasi tabi’in, sholat berjamaah senantiasa ditegakkan di masjid-masjid. Ijma’ ini memperkuat bahwa kedudukan berjamaah tidak bisa diabaikan.
Keutamaan Sholat Berjamaah
Dalam madzhab Syafi’i, selain membahas hukum, ulama juga menguraikan berbagai keutamaan sholat berjamaah:
-
Pahala dilipatgandakan: Sholat berjamaah memiliki keutamaan 27 derajat dibandingkan sholat sendirian.
-
Menghapus dosa dan meninggikan derajat: Setiap langkah menuju masjid mendatangkan ampunan dan pahala.
-
Menjaga ukhuwah dan persaudaraan: Sholat berjamaah mengajarkan kesetaraan, karena semua berdiri sejajar tanpa membedakan status sosial.
-
Menjaga syiar Islam: Masjid yang hidup dengan sholat berjamaah menjadi tanda tegaknya agama di suatu tempat.
-
Mencegah kemunafikan: Para ulama salaf sering menilai sholat berjamaah sebagai barometer iman seseorang.
Syarat dan Tata Cara Sholat Berjamaah
1. Syarat Imam
Dalam madzhab Syafi’i, syarat sah imam antara lain:
-
Muslim, baligh, berakal.
-
Mengetahui tata cara sholat.
-
Tidak fasik terang-terangan.
-
Imam laki-laki tidak boleh diikuti oleh makmum perempuan dalam sholat tertentu yang menyalahi aturan saf.
2. Syarat Makmum
-
Berniat mengikuti imam.
-
Mengetahui gerakan imam.
-
Tidak mendahului imam dalam rukun sholat.
3. Tata Cara dan Posisi Saf
-
Makmum laki-laki dewasa berdiri di belakang imam.
-
Anak-anak berdiri di belakang laki-laki dewasa.
-
Perempuan berdiri di belakang shaf laki-laki.
-
Disunnahkan meluruskan saf dan merapatkan barisan.
Sholat Berjamaah di Masjid
Menurut Syafi’iyyah, meskipun sholat berjamaah dapat dilakukan di rumah atau tempat lain, melaksanakannya di masjid lebih utama. Masjid adalah pusat syiar Islam, dan pahala menghadiri jamaah di masjid lebih besar.
Imam Nawawi menyebutkan bahwa keutamaan berjamaah di masjid dapat berlipat ganda karena di dalamnya terkandung keutamaan menjaga syiar, mendatangi rumah Allah, dan berinteraksi dengan sesama Muslim.
Hukum Tidak Menghadiri Sholat Berjamaah
Dalam madzhab Syafi’i, meninggalkan sholat berjamaah tanpa udzur tidak sampai berdosa besar karena hukum asalnya sunnah muakkadah. Namun, orang yang sering meninggalkannya dianggap meremehkan syiar Islam dan kehilangan pahala besar.
Para ulama Syafi’iyyah menegaskan bahwa seseorang yang terus-menerus meninggalkan jamaah tanpa alasan akan dianggap tercela di tengah masyarakat. Bahkan, Imam Syafi’i dalam Al-Umm menekankan bahwa meninggalkan jamaah adalah sikap yang bertentangan dengan kebiasaan salafus shalih.
Pengecualian dan Udzur Syari
Beberapa kondisi membolehkan seseorang meninggalkan sholat berjamaah, antara lain:
-
Hujan lebat atau kondisi cuaca yang menyulitkan.
-
Sakit yang membuat tidak mampu datang ke masjid.
-
Merawat orang yang sakit dan tidak ada pengganti.
-
Rasa takut terhadap bahaya nyata, seperti ancaman keamanan.
Dalam kondisi demikian, sholat sendirian tetap sah dan tidak mengurangi kewajiban individu.
Perbedaan Sholat Berjamaah Fardhu dan Sunnah
Madzhab Syafi’i membolehkan sholat sunnah dilakukan berjamaah, meskipun tidak disyariatkan secara terus-menerus. Contohnya sholat tarawih, sholat gerhana, dan sholat istisqa’. Adapun sholat sunnah rawatib lebih utama dilakukan secara individu.
Perspektif Perbandingan dengan Madzhab Lain
Untuk memperkaya pemahaman, berikut perbandingan singkat:
-
Hanafi: Sholat berjamaah untuk laki-laki mukim hukumnya sunnah muakkadah, hampir wajib.
-
Maliki: Sunnah muakkadah, namun bagi penduduk sekitar masjid, kehadiran berjamaah sangat dituntut.
-
Hanbali: Sholat berjamaah dianggap fardhu ‘ain bagi laki-laki, sehingga meninggalkannya berdosa.
-
Syafi’i: Fardhu kifayah secara umum, namun sunnah muakkadah bagi individu.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan, semua ulama menegaskan pentingnya sholat berjamaah.
Relevansi Sholat Berjamaah di Era Modern
Dalam konteks modern, sholat berjamaah memiliki fungsi sosial yang semakin penting. Selain mempererat ukhuwah, sholat berjamaah di masjid dapat menjadi sarana pendidikan umat, memperkuat solidaritas sosial, dan membangun lingkungan yang religius.
Di tengah kesibukan masyarakat modern, menghadiri sholat berjamaah juga menjadi sarana melatih disiplin waktu, mengingatkan diri akan kewajiban kepada Allah, sekaligus menjaga kebersamaan.
Kesimpulan
Dalam madzhab Syafi’i, hukum sholat berjamaah untuk sholat lima waktu adalah fardhu kifayah, sementara bagi individu hukumnya sunnah muakkadah. Hal ini berarti syiar sholat berjamaah harus senantiasa ditegakkan, dan setiap Muslim sangat dianjurkan untuk melaksanakannya secara rutin.
Dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadis, dan ijma’ ulama menunjukkan betapa besar keutamaan sholat berjamaah. Pahala yang dilipatgandakan, persaudaraan yang terjalin, serta terjaganya syiar Islam menjadi alasan kuat mengapa umat Islam sebaiknya tidak meninggalkannya.
Dengan memahami hukum sholat berjamaah dalam madzhab Syafi’i, diharapkan umat Muslim dapat lebih termotivasi untuk menghadiri sholat berjamaah di masjid. Selain ibadah individual, sholat berjamaah adalah simbol kekuatan kolektif umat Islam yang harus dijaga sepanjang masa.