Najis : Ainiyah dan Hukumiyah Serta Pengertiannya

Diposting pada

Najis : Ainiyah dan Hukumiyah Serta Pengertiannya – Al-hamdulillah  pada kesempatan ini Fiqih.co.id akan menerangkan mengenai Najis. Demikian juga Pengertian najis menurut bahasa dan pengertiannya menurut agama.

Daftar Isi

Najis : Ainiyah dan Hukumiyah Serta Pengertiannya

Najis adalah kotoroan yang menjijikkan dan mengakibatkan tidaksahnya sholat jika kotoran tersebut tidak ma’fu. Akan tetapi kotoran tersebut itu ada yang ma’fu juga ada yang tidak ma’fu. untuk penjelsannya ikuti uraian kami berikut.

Mukadimah

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ.  بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ

Para pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, jumpa lagi bersama Fiqih.co.id yang  dalam pembahasan kali ini kita akan menerangkan tentang Najis dan Pengertiannya. Dalam pada ini kami kan sampaian penjelasan awal ini mengutip dari Fathul qorib fiqih madzhab Syafi’i.

Pasal Tentang Najis

فَصْلٌ فِيْ بَيَانِ النَّجَاسَاتِ وَاِزَالَتِهَا وَهَذَا الْفَصْلُ مَذْكُوْرٌ فِى بَعْضِ النُسَخِ قُبَيْلَ كِتَابِ الصَّلَاةِ.﯁

Pasal: Menerangkan tentang beberapa najis dan menghilangkannya. Pasal ini disebutkan dalam bagian keterangan sebelum pembicaraan mengenai shalat.

Pengertian Najis

وَالنَّجَاسَةُ لُغَةً الشَيْءُ الْمُسْتَقْذِرُ وَشَرْعًا كُلُّ عَيْنٍ حَرُمَ تَنَاوُلُهَا عَلَى الْإِطْلَاقِ حَالَةَ الْإِخْتِيَارِ مَعَ سُهُوْلَةِ التَمْيِزِ لَا لِحُرْمَتِهَا وَلَالِاسْتِقْذَارِهَا وَلَالِضَرَرِهَا فِي بَدَنٍ اَوْ عَقْلٍ .﯁

Pengertian najis menurut bahasa ialah sesuatu perkara yang menjijikkan. Sedang menurut syara’ najis ialah setiap sesuatu yang haram memperolehnya dalam keadaan luas serta mudah membedakannya. Jadi tidak karena haramnya, menjijikkannya, dan tidak karena perkara itu berbahaya dalam tubuh atau akal.

وَدَخَلَ فِيْ الْإِطْلَاقِ قَلِيْلُ النَّجَاسَةِ وَكَثِيْرُهَا وَخَرَجَ بِالْإِخْتِيَارِ الضَرُوْرَةِ، فَاِنَّهَا تُبِيْحُ تَنَاوُلَ النَجَاسَةِ وَبِسُهُوْلَةِ التَمْيِزِ اَكْلُ الدُوْدِ الْمَيِتِ فِيْ جَبُوْنٍ اَوْ فَاكِهَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ .﯁

Termasuk juga kedalam kemuthlakannya najis tersebut adalah kotoran yang sedikit atau banyak. Dan pengertian “keadaan yang luas” adalah mengecualikan keadaan yang terpaksa, maka dalam keadaan terpaksa ini seseorang diperbolehkan memperoleh kotoran.

Demikian pula pengertian ”mudah membedakan” adalah mengecualikan memakan ulat yang mati kedapatan di dalam jubun atau buah-buahan dan sebagainya.

Mayit itu tidak najis

وَخَرَجَ بِقَوْلِهِ لَالِحُرْمَتِهَا مَيْتَةُ الْاَدَمِيِّ وَبِعَدَمِ الْاِسْتِقْذَارِ الْمَنِيُّ وَنَحْوُهُ وَبِنَفْيِ الضَّرَرِ الْحَجْرُ وَالنَّبَاتُ الْمُضِرُّ بِبَدَنٍ اَوْ عَقْلٍ

Pengertian “tidak karena keharamannya” dalam perkataan mushannif itu, mengecualikan bangkai anak Adam. Dan kata “tidak menjijikkan” mengecualikan air mani dan sebagainya.

Demikian juga perkataan “tidak berbahaya” adalah mengecualikan batu, tumbuh-tumbuhan yang berbahaya di badan atau akal.

Benda Cair yang Keluar Dari Qubul Atau Dubur

ثُمَّ ذَكَرَ الْمُصَنِفُ ضَابِطًا لِلنَّجْسِ الْخَارِجُ مِنَ الْقُبُوْلِ وَالدُّبُوْرِ . وَكُلُّ مَائِعٍ خَرَجَ مِنَ السَّبِلَيْنِ نَجْسٌ هُوَ صَادِقٌ بِالْخَارِجِ الْمُعْتَادِ كَالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَباِلنَّادِرِ كاَلدَّمِ وَالْقَيْحِ. اِلَّا الْمَنِيَّ مِنْ اَدَمِيٍّ اَوْحِيْوَانٍ غَيْرَ كَلْبٍ وَخِنْزِيْرٍ وَمَا تَوَلَدَ مِنْهُمَا اَوْ مِنْ اَحَدِهِمَا مَعَ حِيْوَانٍ طَاهِرٍ، وَخَرَجَ بِمَائِعٍ الدُّوْدُ

Kemudian mushannif menerangkan tentang pengertian kotoran yang keluar dari qubul (jalanmuka) dan dubur (jalan belakang) dengan perkataannya : Tiap-tiap sesuatu yang cair yang keluar dari dua jalan (jalan muka dan jalan belakang,) adalah najis yaitu sesuatu biasa keluar, seperti air kencing dan kotoran, dan yang diluar kebiasaan, seperti darah dan nanah. Kecuali air mani, baik air mani manusia atau hewan selain anjing dan celeng (babi) dan hewan yang diperanakkan dari keduanya atau salah satunya dengan hewan yang suci. Perkataan “yang cair” itu mengecualikan hewan kermi.

Benda Keras Tidak Najis

وَكُلُ مُتَصَلِّبٍ لَا تَحِيْلُهُ الْمَعِيْدَّةُ فَلَيْسَ بِنَجْسٍ بَلْ مُتَنَجِسٌ يَطْهُرُ بِالْغُسْلِ : وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ وَكُلُ مَا يَخْرُجُ بِلَفْظِ الْمُضَارِعِ وَاسْقَاطِ مَائِعٍ (وَغُسْلُ جَمِيْعِ الْاَبْوَالِ وَالْاَرْوَاثِ) وَلَوْ كَانَ مِنْ مَأْكُوْلِ اللَّحْمِ (وَاجِبٌ)﯁

Adapun tiap-tiap sesuatu yang berupa benda keras yang tidak dapat hancur dengan alat penggilingan, maka tidak termasuk najis, tetapi hukumnya disebut ”mutanajjis” artinya “benda yang kena najis” yang dapat menjadi suci dengan dicuci.

Tersebut di dalam sebagian keterangan, bahwa perkataan “tiap-tiap benda yang keluar” adalah menggunakan bentuk kalimah Mudlari’ tidak memakai perkataan “yang cair”. Adapun mencuci semua benda yang terkena air kencing dan kotoran hukumnya adalah wajib, meskipun air kencing dan kotoran itu tadi keluar dari hewan yang halal dimakan dagingnya.

Cara Mencuci Najis

وَكَيْفِيَةُ غَسْلِ النَّجَاسَةِ اِنْ كَانَتْ مُشَاهَدَةً بِالْعَيْنِ وَهِيَ الْمُسَمَاةُ بِالْعَيْنِيَةِ تَكُوْنُ بِزَوَالِ عَيْنِهَا وَمُحَاوَلَةِ زَوَالِ اَوْصَافِهَا مِنْ طَعْمٍ اَوْ لَوْنٍ اَوْرَيْحٍ فَاِنْ بَقِيَ طَعْمُ النَجَاسَةِ ضَرَّ وَلَوْنٌ اَوْ رَيِحٌ عَسُرَ زَوَالُهُ لَمْ يَضُرَّ

Adapun caranya mencuci kotoran tersebut, jika kotoran itu dapat dilihat dengan mata yaitu kotoran yang disebut “najis ‘Ainiyyah”, maka harus hilang keadaannya kotoran dan sifat-sifatnya, seperti rasanya, warnanya dan baunya. Apabila masih tetap rasanya kotoran itu, maka hukumnya belum suci. Dan adapun warna kotoran atau baunya yang sulit menghilangkannya, maka hukumnya suci.

Najis Hukmiyah

وَاِنْ كَانَتْ النَجَاسَةُ غَيْرَ مُشَاهَدَةٍ وَهِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْحُكْمِيَةِ فَيَكْفِى جَرْيُ الْمَاءِعَلَى الْمُتَنَجِّسِ بِهَا وَلَوْ مَرَةً وَاحِدَةً

Jika kotoran tersebut tidak dapat dilihat oleh mata yaitu dinamakan dengan najis ”hukmiyah” maka cukuplah memercikkan air di atas kotoran itu, meskipun hanyasatu kali.

ثُمَّ اسْتَثْنَى الْمُصَنِفُ مِنَ الْاَبْوَالِ قَوْلَه (اِلَّابَوْلَ الصَّبِيِّ الَّذِي لَمْ يَأكُلِ الطَّعَامَ) اَيْ لَمْ َيتَنَاوَلْ مَأكُوْلًا وَلَامَشْرُوْبًا عَلَى جِهَةِ التَّغَذِّي (فَاِنَّهُ) اَيْ بَوْلَ الصَّبِيِّ (يَطْهُرُ بِرَشِ الْمَاءِ عَلَيْهِ). وَلَايُشْتَرَطُ فِيْ الرَّشِ سِيْلَانُ الْمَاءِ. فَاِنَّ أَكَلَ الصَّبِيُّ الطَّعَامَ عَلَى جِهَةِ التَّغَذِّي غُسِلَ بَوْلُهُ قَطْعًا، وَخَرَجَ بِالصَّبِيِّ الصَّبِيَّةُ وَالْخُنْثَى فَيُغْسَلُ بَوْلُهُمَا

Pengarang kitab Fathul Qorib mengecualikan beberapa air kencing sebagai yang tersebut dalam perkataannya: “kecuali air kencing anak laki-laki yang belum pernah memperoleh makanan dan minuman dari segi untuk menambah kekuatan, maka air kencing anak laki-laki itu dapat menjadi suci dengan jalan disirami air”.

Di dalam menyirami air tersebut tidak disyaratkan harus mengalir airnya. Apabila anak kecil itu tadi memakan makanan untuk tujuan menambah kekuatan, maka wajib dicuci air kencingnya. Kecuali air kencingnya anak perempuan dan anak banci, maka kencingnya kedua anak tersebut harus dicuci air.

Syarat Mencuci

وَيُشْتَرط فِيْ غُسْلِ الْمُتَنَجِّسِ وُرُوْدُالْمَاءِ عَلَيْهِ اِنْ كَانَ قَلِيْلًا فَاِنْ عُكِسَ لَمْ يَطْهُرْ اَمَّا الْكَثِيْرُ فَلَا فَرْقَ بَيْنَ كَوْنِ الْمُتَنَجِّسِ وَارِدًا اَوْمَوْرُوْدًا. وَلَايُعْفَى عَنْ شَيْئٍ مِنَ النَّجَاسَةِ اِلَّا الْيَسِيْرُ مِنَ الدَّمِ وَالْقَيْحِ فَيُعْفَى عَنْهُمَا فِيْ ثَوْبٍ اَوْبَدَنٍ وَتَصِحُ الصَّلَاةُ مَعَهُمَا. ﯁

Disyaratkan di dalam mencuci benda yang terkena kotoran, supaya menyampaikan airnya ke benda yang kena kotoran itu bila memang airnya sedikit, jika dibalik maka menjadi tidak suci.

Adapun bila air itu banyak, maka tidak ada perbedaan antara benda yang terkena najis itu didatangi atau kedatangan air.

Tidak ada najis yang diampuni, kecuali darah yang sedikit dan air nanah, maka keduanya diampuni bila terdapat pada pakaian atau badan. Dan shah shalatnya beserta keduanya itu.

Najis Ainiyah dan Hukumiyah Serta Pengertiannya
Najis Ainiyah dan Hukumiyah Serta Pengertiannya

Inti Uraian di Atas

Dari Uraian tersebut kami menyimpulakan:

  1. Najis Menurut Syara’ adalah sesuatu sesuatu yang haram memperolehnya dalam keadaan luas serta mudah membedakannya.
  2. Dalam keadaan terpaksa seseorang diperbolehkan memperoleh kotoran.
  3. Semua Bangakai hukumnya najis kecuali Bangakai manusia, ikan dan belalang.
  4. Semua benda cair yang keluar dari qubul atau dubur adalah najis kecuali sperma.
  5. Najis tersebut terbagi dua yaitu Hukmiyah dan ‘ainiyah.
  6. Untuk mencuci najis hukmiyah cukup hanya dengan memercikkan air di atas kotoran tersebut.
  7. Untuk mencuci najis ‘ainiyah maka harus sampai hilang warana, rasa dan aromanya.
  8. Arti Mutanajjis adalah benda suci yang terkena najis.

Selanjutnya Para pembaca kami harap untuk bersambung ke uaraian pada link ini: → Macam Macam Najis : Pengertian dan Penjelasannya

Demikian Uraian kami tentang Najis : Ainiyah dan Hukumiyah Serta Pengertiannya – Semoga uraian ini bisa menginspirasi para pembaca dan bermanfaat. Mohon abaikan saja uraia kami ini jika pembaca tidak sependapat. Terima kasih atas kunjungannya.

بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ