Tayammum : Pengertiannya Menurut Bahasa dan Syara’

Diposting pada

Tayammum : Pengertiannya Menurut Bahasa dan Syara’ Pada Pembahasan yang lalu kami telah menyampaiakan mengenaui Khuffain atu muzah dua.  Dan di kesempata ini Fiqih.co.id akan menerangkan tentang Taymmaum.

Daftar Isi

Tayammum : Pengertiannya Menurut Bahasa dan Syara’

Tayammum itu sebagaui pengganti wudhu atau mandi besar bagi orang yang memang berhalangan menggunakan air. Dan untuk mengetahui penjelasan secara lenkapnya mari kita baca saja uraian Fiqih.co.id di bawah ini.

Mukadimah

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ.  بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ

Para pembaca yang kami banggakan, jumpa lagi bersama Fiqih.co.id, pada kesempatan ini kami akan membahas bab tayammum. Dalam Pembahasan tayammum ini kami mengutip dari Fathul-Qarib, dan berikut uraiannya :

Pasal Tayammum

Pasal : Menerangkan tentang tayamum. Menurut sebagian keterangan kitab Matan adalah mendahulukan pasal tayamum ini atas pasal yang sebelumnya. Pengertian tayamum menurut bahasa ialah menuju”. Sedang menurut syara’ tayammum ialah menyampaikan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan sebagai gantinya wudhu, mandi atau membasuh anggauta disertai syarat-syarat yang sudah ditentukan.

Sayarat Bolehnya Tayammum

Untuk bertaymmum harus memnuhi beberapa syarat sebagaimana diterangkan dalam fathul-qorib

وَشَرَائِطُ التَّيَمُمِ خَمْسَةُ اَشْيَاءَ : وَفِى بَعْدِ نُسْخِ الْمَتْنِ خَمْسُ خِصَالٍ (وُجُوْدُ الْعُذْرِ بِسَفَرٍ اَوْمَرَضٍ وَ) الثَّانِي (دُخُوْلُ الْوَقْتِ الصَّلَاةِ) فَلَا يَصِحُ التَّيَمُمُ قَبْلَ دُخُوْلِ وَقْتِهَا. (وَ) الثَّالِثُ (طَلَبُ الْمَاءِ) بَعْدَ دُخُوْلِ الْوَقْتِ بِنَفْسِهِ اَوْبِمَنْ اَذِنَ لَهُ فِى طَلَبِهِ فَيَطْلُبُ الْمَاءَ مِنْ رَحْلِهِ وَرُفْقَتِهِ. فَاِنْ كَانَ مُنْفَرِدًا نَظَرَ حَوَالَيْهِ مِنَ الْجِهَاتِ الْاَرْبَعِ اِنْ كَانَ بِمُسْتَوٍ مِنَ الْاَرْضِ فَاِنْ كَانَ فِيْهَا اِرْتِفَاعٌ وَانْخِفَاضٌ تَرَدَدَ قَدْرَ نَظْرِهِ.﯁

Syarat-syarat tayamum itu ada 5 macam perkara yaitu :

  1. Adanya halangan (udzur) karena bepergian atau sakit. 2. Masuk waktunya shalat, maka tidak shah tayammum karena untuk shalat sebelum masuk waktunya. 3. Harus mencari air sesudah datang waktu shalat yang dilakukan oleh dirinya sendiri atau dengan orang yang telah mendapatkan ijin untuk mencarikan air. Maka hendaknya mencari air dari upayanya sendiri dan dari temannya. Jika orang tersebut sendirian, maka hendaknya melihat kanan kirinya dari empat arah bila berada di tempat yang buminya datar. Sedang jika berada di tempat yang naik turun, maka hendaklah memperkirakan berdasarkan penglihatannya.

Tidak Bisanya Menggunakan Air

﯁(وَ) الرَّابِعُ (تَعَذُرُ اسْتِعْمَالِهِ) اَيْ الْمَاءِ بِاَنْ يَخَافَ مِنْ اِسْتِعْمَالِ الْمَاءِ عَلَى ذَهَابِ نَفْسٍ اَوْ مَنْفَعَةِ عُضْوٍ.  وَيَدْخُلُ فِى الْعُذْرِ مَالَوْكَانَ بِقُرْبِهِ مَاءٌ وَخَافَ لَوْ قَصَدَهُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ سَبُعٍ اَوْعَدُوٍ اَوْ عَلَى مَالِهِ مِنْ سَارِقٍ اَوْ غَاصِبٍ.  وَيُوْجَدُ فِى بَعْضِ نُسَخِ الْمَتَنِ فىِ هَذَا الشَرْطِ زِيَادَةُ تَعَذُّرِ اسْتِعْمَالِهِ وَهِيَ ( وَاِعْوَازُ بَعْدَ الطَّلَبِ وَ )﯁

Dan ke 4 Terhalang memakai air. Seperti takut memakai air yang menyebabkan hilang nyawanya atau hilang manfaatnya anggauta. Termasuk juga terhalang memakai air yaitu bila ada air didekatnya, ia takut akan dirinya jika menuju tempat air itu seperti adanya binatang buas, musuh, takut hartanya tercuri orang atau takut kepada orang yang pemarah.

Didapat sebagian keterangan di dalam kitab Matan adanya tambahan dalam Syarat ini sesudah terhalangnya memakai air yaitu : Kebutuhan orang itu akan air sesudah berusaha mencarinya.

Debu Yang Suci

الْخَامِسُ (التُّرَابُ الطَّاهِرُ) غَيْرُالْمَنْدِي وَيَصْدُقُ الطَّاهِرُ باِلْمَغْصُوْبِ وَتُرَابِ مَقْبَرَةٍ لَمْ تُنْبَسْ. وَيُوْجَدُ فِىبَعْدِ النُّسْخِ زِيَادَةٌ فِى هَذَا الشَّرْطِ وَهِيَ (الَّذِي لَهُ غُبَارٌ فَاِنْ خَالَطَهُ جَصٌ اَوْ رَمْلٌ لَمْ يَجُزْ) وَهَذَا مُوَفِقٌ لِمَا قَالَهُ النَّوَوِيُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَالتَّصْحِيْحِ لَكِنَّهُ فِى الرَّوْضَةِ وَالْفَتَاوَى جَوَّزُ ذَلِكَ

  1. Harus dengan debu yang suci yang tidak dibasahi. Perkataan ”Ath-Thahiru” artinya: “yang Suci” itu sejalan dengan pengertian debu yang diperoleh dengan ghashab dan debu kuburan yang belum digali. Dan terdapat dalam sebagian keterangan ada tambahan dalam Syarat ini, yaitu tanah yang berdebu. Jika debu itu bercampur dengan gamping (kapur) atau pasir maka debu itu tidak dapat dibuat tayammum.

Keterangan ini (tidak dapat dibuat tayammum) adalah sesuai dengan pendapat Imam Nawawi tersebut di dalam syarakh Muhadz-dzab dan kitab Tash-heh Tetapi Imam Nawawi dalam kitab Raudhah dan kitab Fatawi telah menghukumi boleh dibuat tayammum.

Pasir Yang Mengandung Debus Shah Untuk Tayammum

 : وَيَصِحُ التَّيَمُمُ اَيْضًا بِرَمْلٍ فِيْهِ غُبَارٌ وَخَرَجَ بِقَوْلِ الْمُصَنِفِ التُّرَابُ غَيْرُهُ كَنُوْرَةٍ وَسِحَاقَةِ خَزْفٍ وَخَرَجَ بِالطَّاهِرِ النَّجِسُ وَاَمَّا التُّرَابُ اْلمُسْتَعْمَلُ فَلَايَصِحُ التَّيَمُمُ بِهِ

Dan juga dianggap shah bertayammum dengan pasir yang ada debunya. Perkataan mushannif ”debu” itu mengecualikan lainnya seperti kapur dan semen merah. Juga perkatakan ”suci” mengecualikan debu yang najis. Adapun debu yang sudah terpakai, maka tidak shah untuk bertayammum.

Fardhu Tayamum

﯁(وَفَرَائِضُهُ اَرْبَعَةُ اَشْيَاءَ) اَحَدُهَا النِّيَةُ وَفِى بَعْدِ الْمَتْنِ اَرْبَعُ خِصَالٍ نِيَةُ الْفَرْضِ. فَاِنْ نَوَى الْمُتَيَمِمُ الْفَرْضَ وَالنّفْلَ اِسْتَبَاحَهُمَا اَوِالْفَرْضَ فَقَطْ اِسْتَبَاحَ مَعَهُ النَّفْلَ.

Fardhunya tayammum itu ada 4 perkarayaitu :

Pertama: Niat. Menurut sebagian keterangan dikatakan “niat fardhu” (niat fardhu tayammum) Apabila seseorang bertayammum dengan niat fardhu dan sunnah, maka hendaknya memenangkan keduanya atau memenangkan fardhunya saja maka yang sunat menyertai yang fardhu itu.

Niat Tayammum:

Adapun Niat Tayammum adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِإِسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Saya niat bertayammum untuk memenangkan shalat karena Allah Ta’ala

نَوَيْتُ اسْتِبَاحَةَ مُفْتِقِرٍ اِلَى طُهْرِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Saya niat memenangkan yang memerlukan untuk suci karena Allah Ta’ala

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ بَدْلًا عَنِ الْمَاءِ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Saya niat bertayammum sebagai pengganti dari air untuk menghilangkan hadats kecil karena Allah Ta’ala

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ بَدْلًا عَنِ الْمَاءِ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ لِلّٰهِ تَعَالَىةَ

Saya niat bertayammum sebagai pengganti dari air untuk menghilangkan hadats besar karena Allah Ta’ala

وَصَلَاةَ الْجَنَازَةَ اَيْضًا اَوْالنَفْلَ فَقَطْ لَمْ يَسْتَبِحْ مَعَهُ الْفَرْضَ وَكَذَا لَوْنَوَى الصَّلَاةَ

Demikian juga niat shalat janazah atau niat shalat sunnat saja, maka tidak dapat memenangkan kepada yang fardhu. Juga seandainya seseorang itu niat shalat saja.

Niat Tayammum Wajib Berbarengan Binaqliturob

Ketika mengusapkan debu ke wajah di situlah saatnya berniat tayamum sebagaimana diterangkan dalam fathul qorib

 وَيَجِبُ قَرْنُ نِيَةِ التَّيَمُمِ بِنَقْلِ التُّرَابِ لِلْوَجْهِ وَالْيَدَيْنِ وَاسْتِدَامَةِ هَذِهِ النِّيَةِ اِلَى مَسْحِ شَيْئٍ مِنَ الْوَجْهِ ، وَلَوْ اَحْدَثَ بَعْدَ نَقْلِ التُّرَابِ لَمْ يَمْسَحْ بِذَلِكَ التُرَابِ بَلْ يَنْقُلُ غَيْرَهُ

Wajib melakukan niat tayammum berbarengan dengan memindahkan debu kearah muka (wajah) dan kedua tangan dan harus mengekalkan niat ini sampai, dengan mengusap sesuatu bagian dari wajah. Seandainya orang tersebut berhadats sesudah memindah debu, maka tidak boleh mengusap dengan debu itu, tetapi harus menggunakan debu yang lainnya).

وَالثَانِي وَالثَالِثُ (مَسْحُ الْوَجْهِ وَمَسْحُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ) وَفِى بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ اِلَى الْمِرْفَقَيْنِ وَيَكُوْنُ مَسْحُهُمَا بِضَرْبَتَيْنِ. وَلَوْ وَضَعَ يَدَهُ عَلَى تُرَابٍ نَاعِمٍ فَعَلَقَ بِهَا تُرَابٌ مِنْ غَيْرِ ضَرْبٍ كَفَى

Kedua dan ketiga : yaitu mengusap muka dan mengusap kedua tangan sampai dengan kedua siku-siku dan mengusap keduanya itu dengan dua pukulan. Seandainya orang tersebut meletakkan tangannya di atas debu yang halus, melekatlah debu itu tanpa dipukulkan (ditekankan) maka hukumnya boleh (cukup atau shah, pen).

وَالرَّابِعُ (التَّرْتِيْبُ) فَيَجِبُ تَقْدِيْمُ مَسْحُ الْوَجْهِ عَلَى الْيَدَيْنِ سَوَاءٌ تَيَمَمَ عَنْ حَدَثٍ اَصْغَرٍ اَوْاَكْبَرٍ وَلَوْ تَرَكَ التَّرْتِيْبَ لَمْ يَصِحَّ

وَاَمَّا أَخْذُ التُرَابِ لِلْوَجْهِ اَوِالْيَدَيْنِ فَلَايُشْتَرَطُ فِيهِ تَرْتِيْبٌ، فَلَوْ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ دَفْعَةً عَلَى تُرَابٍ وَمَسَحَ بِيَمِيْنِهِ وَجْهَهُ وَبِيَسَارِهِ يَمِيْنَهُ جَازَ

Keempat : yaitu harus berurutan. Maka wajib mendahulukan mengusap bagian muka atas ke dua tangan, baik tayammum itu karena hadats kecil atau besar. Jika meninggalkan tertib (tidak tertib).

Maka tidak shah hukumnya tayammum. Adapun mengambil debu ke wajah dan ke dua tangan maka tidak disyaratkan harus tertib. Seandainya seseorang menekankan dengan kedua tangannya diatas debu sekali saja dan mengusapkan kewajahnya dengan tangan kanannya dan mengusapkan ke tangan kanannya dengan tangan kirinya, maka hukumnya boleh (shah).

Tayammum Pengertiannya Menurut Bahasa dan Syara’.jpg
Tayammum Pengertiannya Menurut Bahasa dan Syara’.jpg

Selanjutnya Pembaca kami harap untuk melanjutkan bacaan Sunahnya di link ini : Sunnahnya Tayammum : Ada Tiga Perkara Menurut Fiqih

Demikian Uraian kami tentang Tayammum : Pengertiannya Menurut Bahasa dan Syara’ – Semoga uraian ini bisa menginspirasi para pembaca dan bermanfaat. Mohon abaikan saja uraia kami ini jika pembaca tidak sependapat. Terima kasih atas kunjungannya.

بِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَالْهِدَايَةُ و الرِّضَا وَالْعِنَايَةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ