Berpoligami, Ia Mesti Bisa Berlaku Adil Terhadap Para Sitrinya

Diposting pada

Berpoligami, Ia Mesti Bisa Berlaku Adil Terhadap Para Sitrinya – Penting kita fahami berlaku addil terhadap istri kita. Terlebih bagi saudara kita yang punya istri lebih dari satu yakni ia berpoligami.

DI artikel ini kami fiqih.co.id akan menyampaikan materi tentang berlaku adil bagi suami kepada istri-istrinya.

Materi iniadalah sambunga dari materi sebelumnya dan kami mengutipnya dari dari fiqih yaitu kitab Fathul qoribul mujib.

Daftar Isi

Berpoligami, Ia Mesti Bisa Berlaku Adil Terhadap Para Sitrinya

Berpoligami itu adalah seorang peria beristri dua atau lebih. Ia bagi saudara kita yang mampu untuk beristri lebih dari satu, maka ada yang tak kalah pentingnya dari itu ialah mesti mereka menguasai aturan berpoligami.

Poligami itu tidak dilarang bahkan itu juga sunnah bila mampu berlaku adil tapi bukan wajib secara hukum, lain halanya bila terjadi sesuatu yang membuatnya menjadi wajib.

Aturan Jima’ orang berpoligami

Dalam urusan hubungan badan pasutri yang berpoligami itu ada aturannya. Jadi jika ia melakukan hubungan badan pun harus adil. Terkait perihal tersebut dijelaskan dalam fathul qorib seperti ini;

فَإِنْ جَامَعَ قَضَى زَمَنُ الْجِمَاعِ لَا نَفْسَ الْجِمَاعِ إِلَّا إِنْ قَصَرَ زَمَنُهُ فَلَا يَقْضِيْهِ 

Jika sang suami itu melakukan jimak, maka baginya wajib mengqadla-i waktu yang dipergunakan untuk jimak, bukan keadaan jimak, kecuali bila memang hanya sebentar waktu melakukan jimaknya, maka tidak wajib mengqadla-i.

Aturan Safar bagi yang Berpoligami

Adapun jika ian hendak bepergian maka aturannya juga harus adil. Demikian ini tlah diterangkan dalam fiqih sebagai berikuit;

وَإِذَا أَرَادَ) مَنْ فِيْ عِصْمَتِهِ زَوْجَاتٌ (السَّفَرَ أَقْرَعَ بَيْنَهُنَّ وَخَرَجَ) أَيْ سَافِرُ (بِالَّتِيْ تَخْرُجُ لَهَا الْقَرْعَةُ) وَلَا يَقْضِي الزَّوْجُ الْمُسَافِرُ لِلْمُتَخَلَّفَاتِ مُدَّةَ سَفَرِهِ ذِهَاباً

Apabila sang suami menghendaki bersama-sama (salah satu diantara) isteri-isterinya untuk bepergian, maka. hendaknya melakukan undian di antara mereka dan pergilah bersama isteri yang memperoleh hasil undian. Bagi suami yang bepergian itu tidak wajib mengqadla-i kepada isteri-isteri yang ditinggal selama bepergiannya.

Aturan Ketika Sampai Pada Tujuan Safarnya

Ada yang perlu diperhatikan selama dalam safar dan sampai bermukim di tempat safarnya. Jadi jika safarnya itu lumayan aga lama bersama istri yang mendapatkan undian ikut safar, maka ada yang perlu diqodhoi. Berikut penjelasan dalam fiqih;

فَإِنْ وَصَلَ مَقْصُدَهُ وَصَارَ مُقِيْماً بِأَنْ نَّوَى إِقَامَةً مُؤَثِّرَةً أَوَّلَ سَفَرِهِ، أَوْ عِنْدَ وُصُوْلِ مَقْصَدِهِ، أَوْ قَبْلَ وُصُوْلِهِ قَضَى مُدَّةَ الْإِقَامَةِ إِنْ سَاكَنَ الْمَصْحُوْبَةُ مَعَهُ فِيْ السَّفَرِ كَمَا قَالَ الْمَاوَرْدِي وَإِلَّا لَمْ يَقْضِ 

Jika suami itu sudah sampai pada tujuannya dan menjadilah sebagai orang yang mukim dengan niat yang dapat membekasi pada permulaan bepergiannya, atau ketika telah sampai pada tujuannya atau pula sebelum sampai, maka hendaknya mengqadla-i selama masa mukim, jika memang isteri yang diajak pergi bersamanya pada suatu tempat.

Sebagaimana pendapat yang sudah dikemukakan oleh Imam Mawardi. Jika tidak bersama dalam suatu tempat, maka tidak wajib mengqadla-i.

أَمَّا مُدَّةُ الرُّجُوْعِ، فَلَا يَجِبُ عَلَى الزَّوْجِ قَضَاؤُهَا بَعْدَ إِقَامَتِهِ (وَإِذَا تَزَوَّجَ) الزَّوْجُ (جَدِيْدَةً خَصَّهَا) حَتْماً وَلَوْ كَانَتْ أَمَةً، وَكَانَ عِنْدَ الزَّوْجِ غَيْرُ الْجَدِيْدَةِ وَهُوَ يَبِيْتُ عِنْدَهَا (بِسَبْعِ لَيَالٍ) مُتَوَالِيَاتٍ (إِنْ كَانَتْ) تِلْكَ الْجَدِيْدَةُ (بِكْراً) وَلَا يَقْضِي لِلْبَاقِيَاتِ (وَ) خَصَّهَا (بِثَلَاثٍ) مُتَوَالِيَّاتٍ (إِنْ كَانَتْ) تِلْكَ الْجَدِيْدَةُ (ثِيَباً)

Adapun masa kembalinya (dari bepergian) maka bagi sang suami tidak wajib mengqadla-i sesudah bermukim. Apabila sang suami itu kawin lagi dengan isteri baru, maka wajib baginya mengkhususkan (isteri yang baru itu), meskipun itu perempuan Amat dan masih ada di sampingnya suami itu isteri lama. Hendaknya sang suami bermalam di tempat isteri yang baru itu selama 7 malam berturut-turut, jika memang isteri baru masih gadis, dan tidak wajib meng qadla-i kepada isteri-isteri yang lama. Dan hendaknya mengkhususkan buat isteri yang baru selama 4 malam berturut-turut, jika memang isteri baru itu berstatus janda.

Penjelasan suami yang bermadu

  1. Bagi sang suami yang kawin lagi (bermadu) apabila isteri yang baru itu masih gadis statusnya, maka hendaknya dia mengkhususkan bermalam bersama isteri yang baru itu selama 7 malam. Jika status isteri yang baru itu janda, maka cukup bermalam bersamanya selama 3 malam saja secara berturut-turut.
  2. Dan baginya tidak wajib mengqadla-i kepada isteri-isterinya yang lama.

فَلَوْ فَرَقَ اللَّيَالِي بِنَوْمِهِ لَيْلَةً عِنْدَ الْجَدِيْدَةِ وَلَيْلَةً فِيْ مَسْجِدٍ مَثَلاً لَمْ يُحْسَبْ لَهَا ذَلِكَ، بَلْ يُوَفِّي الْجَدِيْدَةَ حَقَّهَا مُتَوِالِيًّا، وَيَقْضِيْ مَا فَرَقَهُ لِلْبَاقِيَاتِ

Jika sang suami itu memisah-misahkan beberapa malam tersebut, yaitu semalam tidur ber sama isteri yang baru dan semalam lagi, misalnya tidur di Masjid, maka pemisahan itu tidak dihitung, tetapi hendaknya sang suami itu serius mendatangi haknya isteri yang baru secara berturut-turut, dan hendaknya mengqadla-i segala sesuatu yang dia pisah-pisahkan dengan isteri-isteri yang lama.

وَإِذَا خَافَ) الزَّوْجُ (نُشُوْزَ الْمَرْأَةِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسْخِ وَإِذَا بَانَ نُشُوْزُ الْمَرْأَةِ أَيْ ظَهَرَ (وَعَظَهَا) زَوْجُهَا بِلَا ضَرْبٍ وَلَا هَجْرٍ لَهَا كَقَوْلِهِ لَهَا اِتَّقِي اللهَ فِيْ الْحَقِّ الْوَاجِبِ لِيْ عَلَيْكَ، وَاعْلَمِي أَنَّ النُّشُوْزَ مُسْقِطٌ لِلنَّفَقَةِ، وَالْقَسْمِ

Ketika sang suami khawatir akan nusyuznya perempuan (isteri) dan tersebut di dalam sebagian keterangan, bahwa ketika telah jelas nusyuznya isteri, maka hendaknya sang suami menasehati dengan tanpa memukul dan tidak mengumpuli tidur. Seperti ucapan suami kepada isterinya : “Takutlah engkau kepada Allah dalam kebenaran yang wajib bagiku atas engkau, dan ketahuilah sesungguhnya nusyuz itu dapat menggugurkan nafakah dan hak giliran”.

Suami Dilarang Memaki-maki

SSebagaimana diterangkan dalam fiqih seperti ini;

وَلَيْسَ الشَّتْمُ لِلزَّوْجِ مِنَ النُّشُوْزِ، بَلْ تَسْتَحِقُّ بِهِ التَّأْدِيْبَ مِنَ الزَّوْجِ فِيْ الْأَصَحِّ، وَلَا يَرْفَعُهَا إِلَى الْقَاضِي (فَإِنْ أَبَتْ) بَعْدَ الْوَعْظِ (إِلَّا النُّشُوْزَ هَجَرَهَا) فِيْ مَضْجَعِهَا وَهُوَ فِرَاشُهَا، فَلا يُضَاجِعُهَا فِيْهِ وَهُجْرَانُهَا بِالْكَلَامِ حَرَامٌ فِيْمَا زَادَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، وَقَالَ فِيْ الرَّوْضَةِ إِنَّهُ فِيْ الْهُجْرِ بِغَيْرِ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ وَإِلَّا فَلَا تَحْرُمُ الزِّيَادَةُ عَلَى الثَّلَاثَةِ (فَإِنْ أَقَامَتْ عَلَيْهِ) أَيْ النُّشُوْزِ بِتَكَرُّرِهِ مِنْهَا (هَجَرَهَا وَضَرَبَهَا) ضَرْبَ تَأْدِيْبٍ لَهَا، وَإِنْ أَفْضَى ضَرْبُهَا إِلَى التَّلَفِ وَجَبَ الْغَرْمُ (وَيَسْقُطُ بِالنُّشُوْزِ قَسْمُهَا وَنَفَقَتُهَا)

Bagi. sang suami tidak boleh memaki-maki karena adanya nusyuz , tetapi bagi isteri berhak untuk diberi pengajaran dari sang suami menurut pendapat yang lebih sah.

Dan pihak suami tidak boleh melaporkan kasus isterinya kepada pihak Qadli (penghulu).

Jika perempuan (isteri  itu menantang sesudah diberi nasehat yaitu kecuali tetap nusyuz , maka hendaknya sang suami meninggalkan di tempat tidurnya.

Adapun yang dimaksud “tempat tidur” yaitu alas (tidur) nya isteri, maka sang suami, tidak perlu mengumpuli isterinya di tempat itu. Sedangkan mendiamkan isteri dengan bentuk ucapan (pernbicaraan) melebihi tiga hari adalah haram hukumnya.

Imam Nawawi berpendapat di dalam kitab Raudlah, bahwa hukum haram mendiamkan tersebut disertai tanpa ada udzur syar’i, jika dengan adanya udzur syar’i, maka tidak haram lebih atas tiga hari.

Jika sang isteri itu masih tetap nusyuz dengan berulang kali, maka hendaknya sang suami mendiamkan saja dan memukulnya dalam bentuk memberikan pengajaran kepadanya, bila pemukulannya mendatangkan kerusakan atas diri sang isteri, maka wajib bagi suami untuk menanggung (mengganti). Dan menjadi gugurlah sebab nusyuz , yaitu hak menerima gilirannya dan nafakahnya.

Keterangan Singkatnya :

Ketentuan boleh memukul isterinya yang sedang nusyuz adalah dalam bentuk pukulan yang tidak membahayakan, misalnya sampai mengalami pendarahan pada salah satu bagian anggauta badannya atau sampai rusak bagian muka (wajah ) nya dan dikhawatirkan dapat menimbulkan kematiannya, sekalipun menurut perkiraan sang suami, bahwa pukulan tersebut akan menimbulkan faedah (misalnya tidak akan mengulangi nusyuznya lagi) meskipun dalam memukul itu menggunakan cambuk atau golok atau tongkat dan sebagainya.

Berpoligami
Berpoligami

Demikian meteri singkat mengenai masalah; Berpoligami, Ia Mesti Bisa Berlaku Adil Terhadap Para Sitrinya  – Semoga materi ini ada manfaatnya dan memberikan tambahan ilmu untuk kita semua, terutama bagi yang ingin mempelajari atau mengetahuinya. Abaikan saja uraian kami ini jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya.