Iddah ; Hukumnya & macam-macam Wanita yang diiddahkan

Diposting pada

Iddah ; Hukumnya & macam-macam Wanita yang diiddahkan Materi ini tidak kalah perlunya untuk dipelajari. Dalam pada ini fiqih.co.id  akan memberikan materinya mengenai perihal tersebut secara ringkas.

Dalam pembahasannya kali ini fiqih.co.id akan mengutipnya dari kitab: “Fathul qoribul Mujib” pada fasal fi ahkamil iddati wa anwa’il mu’taddah. Untuk lebih jelasanya mari kita langsung saja pada pokok pembahasan kita di bawah ini.

Daftar Isi

Iddah ; Hukumnya & macam-macam Wanita yang diiddahkan

Dalam permasalaha iddah ini semua kita ummat islam seharusnya mengerti dan memahami. Oleh karena itu tidak ada salahnya meski ita sudah melewati usia belajar secara umum, tapi dalam pandangan agma belajar itu tidak mengenal usia.

Dengan demikian kami menganjak kepada ikhwan dan akhowaat sekalian, yuk kita sama-sama belajar meski hanya skedar membaca lewat website, yang penti saran kami tetap harus digurukan.

Iddah, Hukumunya Dan Macam-macamnya

Tertulis dalasatu fasal mengenai perihal tersebut sebagai berikut;

فصل): فِيْ أَحْكَامِ الْعِدَّةِ وَأَنْوَاعِ الْمُعْتَدَّةِ وَهِيَ لُغَةً الْاِسْمُ مَنِ اعْتَدَّ، وَشَرْعاً تَرَبُّصُ الْمَرْأَةُ مُدَّةً يُعْرَفُ فِيْهَا بَرَاءَةُ رَحْمِهَا بِأَقْرَاءٍ أَوْ أَشْهُرٍ أَوْ وَضْعِ حَمْلٍ (وَالْمُعْتَدَّةُ عَلَى ضَرْبَيْنِ مُتَوَفًّى عَنْهَا) زَوْجُهَا (وَغَيْرُ مُتَوَفًّى عَنْهَا فَالْمُتَوَفَّى عَنْهَا) زَوْجُهَا

Pas a 1: Menerangkan tentang hukum-hukumnya Iddah dan macam-macam perempuan yang diid dahkan. Kata “Iddah” = (عِدَّةْ) menurut bahasa adalah berbentuk Isim Mashdar dari kata ”I’tada” = (اِعْتَدَّ). Sedangkan menurut syarak Iddah ialah masa menunggu bagi perempuan (yang tercerai, pen.) untuk diketahui rahimnya bebas dengan beberapa suci atau beberapa bulan atau pula dengan melahirkan kandungan.

Perempuan yang diiddah itu ada dua macam, yaitu :

  1. Perempuan yang ditinggal mati suaminya.
  2. Perempuan yang tidak ditinggal mati suaminya,

Iddah Perempuan yang Merdeka

Dijelaskan pula dalam fiqih sebagai berikut;

إِنْ كَانَتْ) حُرَّةً (حَامِلاً فَعِدَّتُهَا) عَنْ وَفَاةِ زَوْجِهَا (بِوَضْعِ الْحَمْلِ) كُلِّهِ حَتَّى ثَانِيَ تَوْأَمَيْنِ [كۤمْبَارْ] مَعَ إِمْكَانِ نِسْبَةِ الْحَمْلِ لِلْمَيِّتِ وَلَوْ اِحْتِمَالاً كَمَنْفِيٍّ بِلِعَانٍ، فَلَوْ مَاتَ صَبِيٌّ لَا يُوْلَدُ لِمِثْلِهِ عَنْ حَامِلٍ فَعِدَّتُهَا بِالْأَشْهُرِ لَا بِوَضْعِ الْحَمْلِ

Jika perempuan yang ditinggal mati suaminya berstatus merdeka dalam keadaan hamil maka iddahnya ialah dengan melahirkan kandungannya secara keseluruhan, sehingga dua yang kembar beserta kebolehan menisbatkan kandungan (tersebut) kepada mayit, meskipun hanya dengan kemiripan seperti anak yang tidak diakui statusnya lantaran sumpah Li ‘an.

Jika telah meninggal dunia si anak yang sudah beristeri, belum beranak bagi sebayanya, dia meninggalkan isteri yang hamil maka iddahnya (isteri tersebut) adalah beberapa bulan tidak iddah dengan melahirkan kandungan.

Penjelasan perempuan yang suaminya masih kecil

Reterangan:

Maksudnya : Jika ada seorang perempuan yang suaminya masih kecil, sehingga belum pantas bila sang suami itu mempunyai anak, tiba-tiba sang isteri telah mengandung (hamil), ditengah-tengah sedang mengandung sang suami meninggal dunia, maka iddah sang isteri adalah menggunakan bulan yakni 4 bulan lamanya, bukan menggunakan iddah dengan lahirnya kandungan.

Iddah Perempuan yang tidak mengandung

Sebagaimana diterangkan masalah iddahnya wanita yang tidak mengandung adalah sebagai berikut;

وَإِنْ كَانَتْ حَائِلاً فَعِدَّتُهَا أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْراً) مِنَ الْأَيَّامِ بِلَيَالِيْهَا وَتُعْتَبَرُ الْأَشْهُرُ بِالْأَهِلَّةِ مَا أَمْكَنَ، وَيُكَمَّلُ الْمُنْكَسِرُ ثَلَاثِيْنَ يَوْماً (وَغَيْرُ الْمُتَوَفَّى عَنْهَا) زَوْجُهَا (إِنْ كَانَتْ حَامِلاً فَعِدَّتُهَا بِوَضْعِ الْحَمْلِ) الْمَنْسُوْبِ لِصَاحِبِ الْعِدَّةِ (وَإِنْ كَانَتْ حَائِلاً وَهِيَ مِنْ ذَوَاتِ) أْيَ صَوَاحِبِ (الْحَيْضِ فَعِدَّتُهَا ثَلَاثَةُ قُرُوْءٍ وَهِيَ الْأَطْهَارُ)

Sedangkan bila isteri tersebut kosong (tidak mengandung), maka iddahnya adalah 4 bulan 10 hari (dihitung) dari beberapa hari beserta malamnya.

Beberapa bulan itu dihitung dengan penanggalan, selama masih memungkinkan, dan disempurnakan bulan yang kurang menjadi 30 hari.  Adapun selain perempuan yang ditinggal mati suaminya, bila ia dalam keadaan hamil (mengandung), maka iddahnya dengan melahirkan kandungan yang dinisbatkan kepada yang mempunyai iddah.

Jika ia (perempuan) itu dalam keadaan kosong (tidak mengandung) dan termasuk perempuan yang mempunyai kebiasaan haidl maka iddahnya adalah 3 kali masa sucian.

Bila Perempuan ditalak dalam keadaan suci

وَإِنْ طُلِّقَتْ طَاهِراً بِأَنْ بَقِيَ مِنْ زَمَنِ طُهْرِهَا بَقِيَّةٌ بَعْدَ طَلَاقِهَا اِنْقَضَتْ عِدَّتُهَا بِالطَّعْنِ فِيْ حَيْضَةٍ ثَالِثَةٍ، أَوْ طُلِّقَتْ حَائِضاً أَوْ نُفَسَاءَ اِنْقَضَتْ عِدَّتُهَا بِالطَّعْنِ فِيْ حَيْضَةٍ رَابِعَةٍ، وَمَا بَقِيَ مِنْ حَيْضِهَا لَا يُحْسَبُ قُرْءًا

Bila perempuan itu ditalak dalam keadaan suci dan pada waktu ditalak masih ada sisa masa sucinya maka iddahnya sampai dengan memasuki haidl yang ketiga kali

Atau tertalak dalam keadaan sedang haidl atau nifas, maka iddahnya sampai memasuki haidl yang keempat kali. Masa yang tersisa dari haidlnya tidakdihitung suci.

وَإِنْ كَانَتْ) تِلْكَ الْمُعْتَدَّةُ (صَغِيْرَةً) أَوْ كَبِيْرَةً لَمْ تَحِضْ أَصْلاً وَلَمْ تَبْلُغْ سِنَّ الْيَأْسِ أَوْ كَانَتْ مُتَحَيِّرَةً (أَوْ آيِسَةً فَعِدَّتُهَا ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ) هِلَالِيَّةٍ إِنْ اِنْطَبَقَ طَلَاقُهَا عَلَى أَوَّلِ الشَّهْرِ، فَإِنْ طُلِّقَتْ فِيْ أَثْنَاءِ شَهْرٍ فَبَعْدَهُ هِلَالَانِ، وَيُكَمَّلُ الْمُنْكَسِرُ ثَلَاثِيْنَ يَوْماً مِنَ الشَّهْرِ الْرَابِعِ. فَإِنْ حَاضَتْ الْمُعْتَدَّةُ فِيْ الْأَشْهُرِ، وَجَبَ عَلَيْهَا الْعِدَّةُ بِالْأَقْرَاءِ أَوْ بَعْدَ انْقِضَاءِ الْأَشْهُرِ لَمْ تَجِبْ الْأَقْرَاءُ

Jika perempuan yang iddah itu masih kecil atau sudah besar yang sama sekali belum pernah haidl dan belum sampai pada tahun habis darahnya atau perempuan itu membingungkan atau pula memang sudah habis darahnya, maka iddahnya adalah 3 bulan menurut penanggalan, bila memang tertalaknya dapat bertemu dengan permulaan bulan.

Jika ia tertalak dipertengahan bulan maka setelah bulannya ada dua tanggal dan disempurnakanlah bulan yang kurang menjadi 30 hari dari bulan yang keempat. Sedang bila perempuan yang berada dalam masa iddah itu haidl dalam beberapa bulan maka wajib baginya menunggu iddah dengan beberapa masa sucian, atau sesudah habisnya beberapa bulan, maka tidak wajib iddah dengan beberapa sucian,

وَالْمُطَلَّقَةُ قَبْلَ الدُّخُوْلِ بِهَا لَا عِدَّةَ عَلَيْهَا) سَوَاءٌ بَاشَرَهَا الزَّوْجُ فِيْمَا دُوْنَ الْفَرْجِ أَمْ لَا (وَعِدَّةُ الْأَمَةِ) الْحَامِلِ إِذَا طُلِّقَتْ طَلَاقاً رَجْعِياً أَوْ بِائِناً (بِالْحَمْلِ) أَيْ بِوَضْعِهِ بِشَرْطِ نِسْبَتِهِ إِلَى صَاحِبِ الْعِدَّةِ، وَقَوْلُهُ (كَعِدَّةِ الْحُرَّةِ) الْحَامِلِ أَيْ فِيْ جَمِيْعِ مَا سَبَقَ (وَبِالْأَقْرَاءِ أَنْ تَعْتَدَّ بِقُرْءَيْنِ)

Adapun perempuan yang tertalak sebelum dijimak, maka tidak ada iddah baginya, meskipun sang suami bersentuhan kulit dengannya pada bagian selain farji (vagina) atau belum menyentuh.  Perempuan Amat yang hamil ketika tertalak dengan talak Raj’i atau Ba-in , maka iddahnya dengan melahirkan kandungan di sertai syarat menisbatkan kandungan itu kepada orang yang mempunyai iddah.  Perkataan Mushannif “seperti iddah perempuan merdeka yang hamil artinya dalam keseluruhan hal yang tersebut di muka. Iddah perempuan Amat dengan sucian yaitu sekiranya Amat tersebut iddah dengan dua kali masa sucian.

Mengenai Ammat Muba’adl

وَالْمُبَعَّضَةُ وَالْمُكَاتَبَةُ وَأُمُّ الْوَلَدِ كَالْأَمَةِ (وَبِالشُّهُوْرِ عَنِ الْوَفَاةِ أَنْ تَعْتَدَّ بِشَهْرَيْنِ وَخَمْسِ لَيَالٍ وَ) عِدَّتُهَا (عَنِ الطَّلَاقِ أَنْ تَعْتَدَّ بِشَهْرٍ وَنِصْفٍ) عَلَى النِّصْفِ وَفِيْ قَوْلٍ شَهْرَانِ وَكَلَامِ الْغَزَالِيِّ يَقْتَضِيْ تَرْجِيْحَهُ

Adapun Amat Muba’adl, Mukatab dan Ummul Walad adalah seperti Amat(yang asli).

Dan yang dengan beberapa bulan karena ditinggal mati yaitu sekiranya Amat tersebut iddah dengan masa dua bulan (ditambah) lima malam.

Iddah perempuan Amat yang karena tertalak yaitu sekiranya ia beriddah dengan masa dua bulan setengah. Menurut suatu pendapat (iddahnya) yaitu dua bulan Sedangkan perkataan Imam Ghazali adalah menjurus untuk memenangkan pendapat yang mengatakan dua bulan.

وَأَمَّا الْمُصَنِّفُ فَجَعَلَهُ أَوْلَى حَيْثُ قَالَ (فَإِنِ اعْتَدَّتْ بِشَهْرَيْنِ كَانَ أَوْلَى) وَفِيْ قَوْلٍ عِدَّتُهَا ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ، وَهُوَ الْأَحْوَطُ كَمَا قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضَيَ اللهُ عَنْهُ وَعَلَيْهِ جَمْعٌ مِنَ الْأَصْحَابِ

Adapun pendapat Mushannif, maka menjadikan (menilai) pendapat yang dua bulan itu lebih utama seraya berkata, bahwa jika Amat itu iddah dengan dua bulan adalah lebih utama. Sedangkan menurut suatu pendapat, bahwa iddah perempuan Amat adalah tiga bulan. Pendapat (tiga bulan) ini adalah lebih berhati-hati sebagaimana pendapat Imam Syafi’i dan segolongan besar dari Shahabat beliau.

Iddah
Iddah

Demikian Materi tentang ; Iddah ; Hukumnya & macam-macam Wanita yang diiddahkan mudah-mudahan saja materi yang sesingkat ini dapat difahami oleh para pembaca. Mohon abaikan saja bila dalam materi tersebut tidak sefaham dengan para pembaca. Terimaksih kami ucapka atas kunjungannya.