Cara Aqiqah : Dalil, Hukum Fiqih Dan Waktu Menyembelih

Diposting pada

Cara Aqiqah : Dalil, Hukum Fiqih Dan Waktu Menyembelih.– Pembaca yang kami banggakan kali ini Fiqih.co.id akan menerangkan tentang cara aqiqah dalilnya tatacaranya. Doa dan hal-hal yang dianggap perlu. Uraian lengkapnya akan kami terangkan secara singkat dan terperinci.

Daftar Isi

Cara Aqiqah : Dalil, Hukum Fiqih Dan Waktu Menyembelih.

Dalam Tata Cara Aqiqah, Hukum dan Dalil aqiqah serta doa dalam acara aqiqah akan kami terangkan di bawah ini.

Mukodimah

السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيْمِ، الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَ صَلَّى اللهُ وَ سَلَّمَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ مُحًمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَ عَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَبَعْدُ

Segala Puji bagi Allah, Sholawat dan Salam  semoga senantiasa tercurahkan atas Rosulillahi sollallahu ‘alaihi wa sallam.

Hukum Aqiqah

Hukum aqiqah menurut yang kami baca dalam fiqih adalah sunnah muakkad. Seperti yang diterangkan dalam kitab Tausyikh Syarah Fathul-qoribul-mujib sebagai berikut:.

وَالْعَقِيْقَةُ اَيْ ذَبْحُهَا عَنِ الْمَوْلُوْدِ مُسْتَحَبَّةٌ بَلْ هِيَ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ، (توشيخ شرح فتح القريب  حلمن: ٢٧١

Artinya: Dan adpun hukum aqiqah itu, yakni hukum menyembelih aqiqah dari aqiqahnya anak adalah sunnah (disukai). Dan bahka itu hukumnya sunnah muakad. (dikutip dari kitab: Kitab Tausyikh Syarah Kitab Fathul qoribul-Mujib halaman: 271 ).

Dalil Hadits yang Pertama

Mengenai aqiqah diterangkan dalam salah satu hadits sebagai berikut:.

عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : مَعَ الْغُلَامِ عَقِيْقَةٌ فَأَهْرِقُوْا عَنْهُ، دَمًاوَأَمِيْطُوْا عَنْهُ الْأَذَى، رواه الجماعة الا مسلما : ٢٧٥٦

Artinya: Dari Salman bin ‘Amir ad-Dhobiy ia berkata, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:. “Pada setiap anak yang dilahirkan itu ada aqiqahnya, maka tumpahkanlah darah untuknya dan buanglah sesuatu yang mengganggu (rambutnya) HR. Al-Jama’ah kecuali Muslim.

Hari Afdholnya Aqiqah

Sebaik-baik waktu untuk mengaqiqahi anak adalah pada hari ketujuh dari hari anak dilahirkan, baik mengaqiqahai, mencukur rambut termasuk juga peresmian pemberian namanya. Aqiqah adalah tebusan untuk anak, sebab pada dasarnya setiap anak yang terlahir itu tergadai sehingga ia diaqiqahi, seperti halnya diterangkan dalam salahsatu hadits:

وَعَنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ, تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ, وَيُحْلَقُ, وَيُسَمَّى ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيّ

Artinya: Dari Samurah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:. “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur, dan diberi nama.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi. (kutipan dari Nailul-Author)

Perintah Aqiqah anak lelaki dan perempuan

Sebaiknya setiap anak yang terlahir itu mestinya diaqiqahi baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan, hanya saja untuk hewan aqiqah anak laki-laki itu dua ekor kambing, sedangkan untuk aqiqah anak perempuan itu cukup satu ekor kambing saja, sebagaimana dalam sebuah hadits dikatakan:

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ )  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Artinya: Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan. Hadits shahih riwayat Tirmidzi.

Aqiqah Boleh Setelah Melewati dari Tujuh hari

Menurut yang kami baca dalam Tausyikh, Apabila pada hari ke tujuh dari hari kelahiran anak belum terlaksana penyembelihan aqiqah maka boleh dilaksanakan setelah hari ke tujuh dan bahkan hukumnya itu masih tetap sunnah. Lalu pada hari ke berapakah jika pada hari ke tujuh belum sempat diaqiqahi? Jika pada hari ke tujuh belum sempat diaqiqahi, maka sebaiknya diaqiqahi pada hari kelipatan tujuh yaitu: hari ke 14, ke 21, ke 28 dan seterusnya selama anak tersebut belum baligh maka masih sunah di’aqiahi kapan saja sempat dan bisanya, sebagaimana dinuqil dari kitab “Tausyikh”

وَفَسَرَ الْمُصَنِّفُ الْعَقِيْقَةَ شَرْعًا بِقَوْلِهِ وَهِيَ الذَّبِيْحَةُ عَنِ الْمَوْلُوْدِ وَالْأَفْضَلُ اَنْ تُذْبَحَ عِنْدَ حَلْقِ شَعْرِ رَأْسِهِ يَوْمَ سَابِعِهِ اَيْ يَوْمَ سَابِعِ وِلَادَتِهِ فَاِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ فَتُذْبَحُ يَوْمَ الرَابِعَ عَشَرَ  فَيَوْمَ الْحَادِى وَالْعِشْرِيْنَ

Mushanif menerangkan: Aqiqah menurut syara’ dengan perkataannya: Aqiqah itu adlah hewan sembelihan dari anak yang dilahirkan. Dan yang paling utama aqiqah itu disembelih ketika mencukur rambut kepala bayi pada hari ke tujuh. Jika pad hari ke tujuh belum tersedia, maka diaqiqahi pada hari ke empatbelas, kemudian pada hari ke duapuluh satu. ( dikutip dari Kitab Tausyikh halaman: 272)

Mengaqiqahi Anak yang Sudah Ninggal

Barangkali ada sebagian ‘ulama yang berpendapat, bahwa apabila anak sudah meninggal dan belum diaqiqahi maka hukumnya “Tidak Boleh Diaqiqahi” dengan alasan masing-masing mereka punya argumen.

Dalam Artikel ini kami tidak mebahasnya. Intinya kami mempersilahkan kepada masing-masing pendaptnya dan itu hak masing-masing mau diaqiqahi atau tidak. Dan menurut pendapat kami, yang namanya anak, sekali anak tetapa anak. Apalagi anak belum baligh sudah meninggal dan belum teraqiqahi. Maka kami berpendapat: “Anak yang sudah meninggal keadaan sebelum baligh dan belum diaqiqahi maka masih sunah diaqiqahi” sebagaimana kami nuqil dari Risalah Majmu’ Masail Karaya Asmawi jilid 2, Masalah Meng’aqiqahi anak yang sudah meninggal dan sebagaimana juga dinukil dari Kitab Tausyih Syarah Fathul-qorib halaman 63 Fasal Aqiqah:

وَلَوْ مَاتَ الْمَوْلُوْدُ قَبْل السَّابِعِ وَلَا تَفُوْتُ بِالتَّأخِيْرِ بَعْدَهُ، فَإِنْ أَخَّرَتْ لِلْبُلُوْغِ سَقَطَ حُكْمُهَا فِيْ حَقِ الْعَاقِ عَنِ الْمَوْلُوْدِ أَمَّا هُوَ فَمُخَيِّرٌ فِيْ الْعَقِّ عَنْ نَفْسِهِ وَالتَّرْكِ

Artinya: Anadaipun anak tersebut meninggal sebelum tujuh hari, dan tidak ada kata terlambat dengan menunda aqiqah setelah meninggalanya anak tersebut, maka apabila aqiqah tersebut tertunda sampai dengan usia baligh (dewasa) maka hukum mengaqiqahi telah gugur kesunahannya pada haknya orang tua dari anaknya. Adapun anak tersebut yang sudah dewasa dan belum diaqiqahi maka dia boleh memilih: “Mengaqiqahi diri sendiri atau meninggalkannya”

Cara Aqiqah Dalil, Hukum Fiqih Dan Waktu Menyembelih.jpg
Cara Aqiqah Dalil, Hukum Fiqih Dan Waktu Menyembelih.jpg

Demikianlah ulasan uraian singkat kami tentang : Cara Aqiqah : Dalil, Hukum Fiqih Dan Waktu Menyembelih Semoga Uraian kami ini bermanfaat. Baikan saja Artikel ini jika antu tidak sependapat. Terimakasih. Wallahu a’lam bish-showab.